Langsung ke konten utama

PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL

PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL

Sejarah Ekonomi Islam
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90an  membuat  sistem  kapitalisme  disanjung  sebagai  satu-satunya     sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan  lebih  buruk,  karena banyak  negara  miskin  bertambah  miskin  dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara- negara  berkembang.  Bahkan  menurut  Joseph  E.  Stiglitz  (2006)  kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.
Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Jazirah Arab. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan – kelebihan  untuk  menutupi  kekurangankekurangan  dari  sistem  ekonomi  yang telah ada.
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan  kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
Definisi Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu  sektor  publik,  swasta,  dan  kesejahteraan  sosial  yang  masing-masing memiliki  fungsi,  institusi  dan  landasan  syariahnya.  Sektor-sektor  ini  terdapat dalam berbagai aktifitas ekonomi seperti pada praktik aktifitas di pasar modal yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berkaitan langsung dengan ketiga  sektor  tersebut.  Islam  sangat  menekankan  bahwa  kegiatan  ekonomi manusia merupakan salah satu perwujudan dari pertanggungjawaban manusia sebagai khalifah di bumi agar keseimbangan dalam kehidupan dapat terus terjaga.
Dalam konteks ajaran Islam, ekonomi Islam atau yang juga dikenal dengan ekonomi    Syariah    merupakan    nilai-nilai    sistem    ekonomi    yang dibangun berdasarkan ajaran Islam, sebagaimana Muhammad bin Abdullah al-Arabi mendefinisikan ―Ekonomi Islam adalah kumpulan prinsip – prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari Al-Qur‗an dan Sunnah, dan pondasi ekonomi yang dibangun diatas dasar pokok – pokok tersebut dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu‖. Selain menurut Muhammad bin Abdullah Al – Arabi ada juga yang mendefinisakan mengenai sistem ekonomi islam, antara lain :
Muhammad Abdul Mannan "Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial  yang mempelajari  masalah-masalah  ekonomi  rakyat  yang  diilhami  oleh nilai-nilai Islam." M.M Metwally "Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas."
Hasanuzzaman "Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat."
Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi Lainnya
  Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi manapun termasuk kapitalis maupun sosialis. Perbedaan itu tidak hanya mencakup falsafah ekonominya, namun juga pada konsep pokoknya serta pada tataran praktisnya. Walaupun terdapat perbedaan yang fundamental antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, tetapi dalam implementasinya seringkali dijumpai beberapa persamaan.
Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari pola perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannnya yang sangat tidak terbatas dengan  berbagai  keterbatasan  sarana  pemenuhan  kebutuhan  yang  berpedoman pada nilainilai Islam. Hampir sama dengan ekonomi yang lain bahwa timbulnya masalah  ekonomi  berawal  karena  kebutuhan  yang  sangat  banyak  tetapi  alat pemuas kebutuhan yang serba terbatas, namun perbedaan menjadi besar ketika berlanjut pada proses pilihan.
Kesempatan untuk memilih berbagai alat pemuas kebutuhan dalam ekonomi Islam dituntun dengan sebuah etika nilai-nilai Islam. Hal ini tentunya tidak dapat ditolak,  mengingat  pola  perilaku  masyarakat  akan  sangat  ditentukan  dengan budaya nilai yang ada. Islam merumuskan sistem ekonomi berbeda dari sistem ekonomi  lain,  karena  memiliki  akar  dari  syariah  yang  menjadi  sumber  dan panduan setiap muslim dalam menjalankan setiap kehidupannya. Dalam hal ini Islam memiliki tujuan-tujuan syari‗ah (maqosid asy-syariah) serta petunjuk untuk mencapai maksud tersebut. Sebagai sebuah keyakinan yang bersifat rahmatan   lil ‘alamin (universal), Islam mudah dan logis untuk dipahami, serta dapat diterapkan, termasuk di dalam kaidah-kaidah muamalahnya dalam hubungan sosial ekonomi.
Ekonomi Islam sebagai bagian kegiatan muamalah sesuai kaidah syariah, dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, Ijma‟ (kesepakatan ulama) dan Qias (analogi). Al-Quran dan As-Sunnah merupakan sumber utama, sedangkan Ijma‟ dan Qias merupakan pelengkap untuk memahami al-Quran dan as-Sunnah. Ada perbedaan yang mendasar antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya khususnya sistem ekonomi Kapitalis. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan   pandangan   tentang:   (1)   Penetapan   permasalahan   ekonomi   yang dihadapi manusia serta solusi untuk mengatasinya. (2) Konsep kepemilikan harta kekayaan. (3) Konsep tentang pengelolaan kepemilikan harta. (4) Konsep tentang distribusi kekayaan di tengah masyarakat.
Masalah Pokok Perekonomian
Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalahan ekonomi yang sesungguhnya adalah kelangkaan (scarcity) barang dan jasa. Hal ini karena setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak terbatas sementara sarana pemuas  (barang dan  jasa)  yang digunakan  untuk  memenuhi kebutuhan manusia terbatas (Sukirno, 2002). Kebutuhan dalam hal ini mencakup kebutuhan (need) dan keinginan (want), sebab menurut pandangan ini pengertian antara kebutuhan (need) dan keinginan (want) adalah dua hal yang sama, yakni kebutuhan itu sendiri. Setiap kebutuhan yang ada pada diri manusia tersebut menuntut untuk dipenuhi oleh alat-alat dan sarana-sarana pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Oleh karena di satu sisi kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas sementara alat dan sarana yang digunakan untuk memenuhinya terbatas, maka muncullah konsep kelangkaan.
Dari pandangan tersebut di atas maka sistem ekonomi kapitalis menetapkan bahwa permasalahan ekonomi akan muncul pada setiap diri individu, masyarakat atau negara karena adanya keterbatasan barang dan jasa yang ada pada diri setiap individu, masyarakat atau negara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Untuk memecahkan permasalahan ekonomi tersebut adalah dengan menitikberatkan pada aspek produksi dan pertumbuhan sebagai upaya untuk meningkatkan barang dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Karena itulah maka sistem ekonomi kapitalis menitikberatkan perhatiannya pada upaya peningkatkan produksi nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Karena sangat  tergantung pada pertumbuhan ekonomi suatu  negara, maka sistem ekonomi kapitalis tidak lagi memperhatikan apakah pertumbuhan ekonomi yang dicapai betul-betul riil yakni lebih mengandalkan sektor riil atau pertumbuhan ekonomi tersebut hanyalah semu, yakni mengandalkan sektor non- riil.
Berbeda   dengan   sistem   ekonomi   kapitalis,   sistem   ekonomi   Islam menetapkan bahwa permasalahan ekonomi adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut Islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang menyamakan antara pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak terbatas dan cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu.
Sementara itu, kebutuhan manusia ada kebutuhan yang sifatnya merupakan kebutuhan pokok dan ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap yakni berupa kebutuhan  sekunder  dan  tersier.  Kebutuhan  pokok  manusia  berupa  pangan, sandang dan papan dalam kenyataannya adalah terbatas. Kebutuhan manusia yang sifatnya pelengkap (sekunder dan tersier) maka memang pada kenyataannya selalu berkembang terus bertambah seiring dengan tingkat kesejahteraan individu dan peradaban masyarakatnya (Sukirno, 2002). Namun jika individu atau masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pelengkapnya, tetapi kebutuhan pokoknya terpenuhi, maka individu atau masyarakat tersebut tetap dapat menjalani kehidupannya tanpa kesulitan berarti. Oleh karena itu anggapan orang kapitalis bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas adalah tidak tepat sebab ada kebutuhan pokok yang sifatnya terbatas selain memang ada kebutuhan pelengkap yang  selalu  berkembang  dan  terus  bertambah.  Karena  itulah  permasalahan ekonomi   yang   sebenarnya   adalah   jika   kebutuhan   pokok   setiap   individu masyarakat  tidak  terpenuhi,  dan  untuk  mengatasinya  maka  menurut  sistem ekonomi Islam, haruslah dengan jalan memberi perhatian yang besar terhadap upaya perbaikan distribusi kekayaan di tengah masyarakat, namun aspek produksi dan pertumbuhan tetap tidak diabaikan.
Sumber : Buku Wajib Fungsionaris  KSEI FE Unnes 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil