KONSEP KEPEMILIKAN HARTA KEKAYAAN DAN
PENGELOLAANNYA
Terdapat
beberapa perbedaan pandangan terhadap kepemilikan harta kekayaan berdasarkan
ekonomi Islam dan
ekonomi konvensional. Pertama, konsep kepemilikan harta.
Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam
Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan
dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya dalam
memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang dapat dilakukan. Sedangkan
menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta
individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan
dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan
menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas)
tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam
memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Demikian
juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Dalam sistem ekonomi sosialis
tidak dikenal kepemilikan individu (private property), yang ada hanya
kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh
individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah
menjadi kepemilikan individu.
Berbeda dengan itu di
dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal
kepemilikan individu (private
property) serta kepemilikan umum (public
property). Perhatian Sistem
Ekonomi Kapitalis terhadap kepemilikan individu jauh lebih
besar dibandingkan dengan kepemilikan umum.
Berbeda
lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada
kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property)
serta kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis
kepemilikan umum khususnya
tidak boleh diubah
menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
Kedua,
Perbedaan dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi nafkah
maupun upaya pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis, harta yang telah dimiliki dapat dipergunakan (konsumsi) ataupun di
kembangkan (investasi) secara bebas tanpa memperhatikan aspek halal dan haram
serta bahayanya bagi masyarakat. Sedangkan
menurut Islam harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi) maupun
pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram.
Ketiga,
Perbedaan dalam hal konsep distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut
sistem ekonomi sosialis, distribusi kekayaan di tengah masyarakat dilakukan
oleh negara secara mutlak. Negara akan membagikan harta kekayaan kepada
individu rakyat dengan sama rata, tanpa memperhatikan lagi kedudukan dan status
sosial mereka. Akibatnya, meskipun seluruh anggota masyarakat memperoleh harta
yang sama, namun penghargaan yang adil terhadap jerih payah setiap orang
menjadi tidak ada. Sebab berapapun usaha dan produktivitas yang mereka
hasilkan, tetap saja mereka memperoleh pembagian harta (distribusi) yang sama
dengan orang lain. Karena itulah sistem ekonomi sosialis menolak mekanisme
pasar (harga) dalam distribusi kekayaan.
Berbeda
juga dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengandalkan pada mekanisme
pasar (harga) dan
menolak sejauh mungkin
peranan negara secara langsung dalam mendistribusikan harta di
tengah masyarakat. Menurut mereka mekanisme harga (pasar) dengan
invisible hands-nya akan secara otomatis membuat distribusi kekayaan di tengah
masyarakat (Sukirno, 2002). Karena itulah maka sistem ekonomi kapitalis akan
mengabaikan setiap orang yang tidak mampu mengikuti mekanisme pasar dengan
baik, dan hanya orang – orang yang mampu mengikuti makanisme pasar artinya
mampu mengikuti persaingan pasarlah yang layak hidup
Pandangan
ekonomi Islam dalam hal distribusi kekayaan di tengah masyarakat, selain
mengandalkan mekanisme ekonomi yang wajar juga mengandalkan mekanisme non
ekonomi. Dalam persoalan
distribusi kekayaan yang timpang
di tengah masyarakat, Islam melalui sistem ekonomi Islam telah menetapkan
berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan
distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam sistem ekonomi Islam secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu (1) apa yang disebut mekanisme ekonomi dan
(2) mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi adalah mekanisme utama yang
ditempuh oleh Sistem Ekonomi Islam untuk mengatasi persoalan distribusi
kekayaan. Mekanisme dijalankan dengan jalan membuat berbagai ketentuan yang
menyangkut kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan distribusi kekayaan. Dengan
sejumlah ketentuan yang menyangkut berbagai
kegiatan ekonomi tertentu,
diyakini distribusi kekayaan itu
akan berlangsung normal.
Namun
jika mekanisme ekonomi tidak dapat atau belum mampu berjalan untuk mengatasi
persoalan distribusi, baik karena sebab-sebab alamiah yang menimbulkan kesenjangan,
atau pun kondisi-kondisi khusus
seperti karena bencana alam,
kerusuhan dan lain sebagainya, maka Islam memiliki sejumlah mekanisme
nonekonomi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan distribusi kekayaan.
Secara umum mekanisme yang ditempuh dapat dilihat berdasarkan mekanisme
non-ekonomi. Mekanisme ekonomi
yang ditempuh sistem ekonomi
Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang
seadil-adilnya, adalah dengan sejumlah cara, yakni :
1.
Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.
2.
Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
berlangsungnya pengembangan kepemilikan melalui kegiatan investasi.
3.
Larangan menimbun harta benda walaupun
telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi.
Pada gilirannya akan menghambat
distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
4.
Mengatasi peredaran kekayaan di satu
daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan ekonomi dan
mendorong pusat – pusat pertumbuhan.
5.
Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai
penipuan yang dapat mendistorsi pasar.
6.
Larangan
judi, riba, korupsi,
pemberian suap dan
hadiah kepada penguasa.
7.
Pemanfaatan secara optimal hasil dari
sumber daya alam milik umum yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang
tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Dengan
demikian dapat diketahui bahwa Sistem Ekonomi Islam sangat berbeda dengan
sistem ekonomi kapitalis. Mereka percaya bahwa dengan menaikkan produksi, dalam
mekanisme pasar akan mengatur distribusi kekayaan secara rasional. Artinya,
distribusi kekayaan secara lebih baik tidak bisa dilakukan bila hanya mengandalkan
mekanisme ekonomi saja, tetapi harus ada pula mekanisme non ekonomi yang dapat
diterapkan untuk mengatasi persoalan distribusi.
Sumber : Buku Wajib Fungsionaris KSEI FE Unnes 2016
Komentar