Langsung ke konten utama

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI


HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI
Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.  Pada  akhir  abad  XV,  Eropa  mengalami  standstill  dan  tidak  dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.
            Istilah   Zornal   (sekarang  journal)   telah   lebih   dahulu   digunakan   oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry  yang  ditulis  oleh  Pacioli,  telah  lama  dipraktekkan  dalam  pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi di dunia Islam telah  berkembang  dan  dipraktekan  jauh  sebelum  terbitnya  buku  “Summa  de Arithmetica Geometrica, Proportioni et Proportionalita” pada tahun 1494 M karya Lucas Pacioli yang oleh barat diklaim sebagi ―bapak‖ akuntansi modern. Dalam perkembangannya, klaim barat tersebut ternyata banyak diragukan oleh para peneliti. Keraguan tersebut di dasarkan pada:
1.      Pandangan   yang   mengatakan   bahwa   tempat   tumbuhnya   system pencatatan berpasangan masih diperdebatkan. Ini berarti bahwa tempat tumbuhnya system tersebut bukanlah di Italia.
2.      Pacioli menyebutkan dalam bukunya bahwa system pencatatan sudah ada  sejak lama, tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana system ini telah ada sejak lama. Apakah itu di  Italia pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian, bab yang terdapat dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah salah satu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah arimatika dan perdagangan. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu.
3.      Dalam  sejarah  Islam,  lebih  satu  abad  sebelum  diterbitkannya  buku Pacioli, di dunia Islam telah ada manuskrip yang ditulis pada tahun 1363  M.  manuskrip  ini  adalah  karya  seorang  penulis  muslim  yang bernama Abdullah  bin  Muhammad  bin  Kiyah  al-Mazindarani,     dan diberi  judul “Risalah Falakiyah Kitab as-Siyaqat”.
Beberapa kaidah  dalam  manuskrip  tersebut  yang terkait  dengan  praktik double entry adalah;
1.      Harus mencatat pemasukan disebelah kanan dengan mencatat sumber- sumber pemasukan tersebut.
2.      Harus   mencatat   pengeluaran   di   sebelah   kiri   dan   menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut. 
Beberapa   ahli   sejarah   barat   menyimpulkan   bahwa   masyarakat   yang dimaksud   oleh   Pacioli   dalam   bukunya   adalah   masyarakat   bahkan pemerintah Italia. Pendapat ini oleh Zaid dipandang bertentangan dengan fakta yang terkait mengenai tidak operasionalnya angka Romawi untuk di gunakan dalam praktik akuntansi yang sedemikian maju. Sedangkan masyarak Muslim pada waktu itu telah mengembangkan penggunaan angka nol. Dan pada saat itu juga telah ditemukan dan dikembangkannya ilmu aljabar oleh ilmuwan Muslim yang sangat berkaitan dengan teknik double entry bookkeeping.

Sumber : Buku Wajib Fungsionaris  KSEI FE Unnes 2016


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil