KEBIJAKAN
PENGELUARAN NEGARA DI MASA KONTEMPORER DAN KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI
ISLAM
Kebijakan
Pengeluaran Negara Di Masa Kontemporer
Di
masa Rasulullah SAW kebijakan anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem
anggaran modern. Hal
ini sebagian karena
telah berubahnya keadaan sosioekonomik
secara fundamental, dan
sebagian lagi karena
negara Islam yang didirikan dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Negara
yang menganut demokrasi, biasanya membuat anggaran belanja negara secara umum.
Tiap tahun, fakta anggaran belanja negara
yang menganut demokrasi tersebut adalah bahwa anggaran belanjanya dinyatakan melalui peraturan yang disebut dengan peraturan anggaran
belanja negara sekian tahunan. Kemudian ditetapkan sebagai peraturan setelah
dibahas dengan parlemen.
Anggaran
modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus
dilaksanakan di masa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi
negara. Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan
perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam dewasa ini
harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan
cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak baik dengan
mengambil kredit dari sistem perbankan atau luar negeri.
Oleh
karena itu, di dalam Islam tidak di mengenal pembuatan anggaran belanja negara
tahunan, sebagaimana yang terdapat dalam demokrasi, baik terkait dengan
babbabnya, pasal-pasalnya, istilah, dan pasal tersebut. Dari sinilah maka
anggaran belanja negara Islam
tidak dibuat dalam
bentuk tahunan, meskipun negara Islam mempunyai belanja
negara tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan
dan pengeluarannya.
Telah
kita lihat bahwa
selama masa Islam
dini, penerimaan zakat
dan sedekah merupakan sumber pokok pendapatan. Jelaslah, di zaman
modern, penerimaan ini tidak dapat memenuhi persyaratan anggaran yang
berorientasi pada pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam.
Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya
demi kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-Sunnah dengan jelas
menyatakan tentang hal ini: ―Selalu ada
yang harus dibayar selain zakat.‖ Maka
Rasulullah SAW berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan
masyarakat. Sabdanya: “kekayaan harus diambil dari si kaya dan dikembalikan
kepada si miskin.” Setiap warga negara harus menyumbangkan keuangan negara
sesuai dengan kemampuannya, yaitu sesuai dengan pendapatannya. Menurut prinsip
ekonomi, biaya pemungutan pajak tidak boleh melebihi pendapatan dari pungutan pajak
itu sendiri.
Dalam
suatu negara Islam, yang menjadi dasar anggaran tidak lagi penerimaan yang akan
menentukan jumlah yang tersedia bagi pengeluaran. Dalam negara Islam
pengeluaran yang sangat dibutuhkanlah yang akan menjadi dasar dari anggaran. Di
tahun belakangan ini, sejumlah bentuk baru anggaran telah berkembang, yang
terpenting ialah anggaran berdasarkan prestasi. Di negara Islam pada umumnya
anggaran belanja berdasarkan program dan berdasarkan prestasi hanya dapat
dilaksanakan bila terdapat sarana dan prasarana administrasi yang kuat dengan
staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana, dan tenaga ahli lainnya.
Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam
Kebijakan
Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian.Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara
kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal.
Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan
mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti
pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,perluasan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.Bila dicermati,
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya
dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
1. Pertama,
persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada
dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila
nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata
uang tersebut.
2. Kedua,
kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi
juga sebagai komoditi
yang diperdagangkan (dalam
bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau
riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Sumber : Buku
Wajib Fungsionaris KSEI FE Unnes 2016
Komentar