UANG
DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN INSTRUMENT KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Uang
Dalam Perspektif Islam
Dalam
konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public).
Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti
mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya
perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama
artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya
proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan
uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik
seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat
tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan
perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta,
memonopoli kekayaan, ―al kanzu‖ sebagaimana telah disebutkan dalam QS:At Taubah
34-35 berikut: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih”
Disamping itu uang yang disimpan dan tidak
dimanfatkan disektor produktif (idle asset) maka jumlahnya akan semakin
berkurang karena adanya kewajiban zakat
bagi umat Islam.
Oleh karena itu uang
harus berputar (Money
as flow consept). Islam sangat
menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi disektor riil.. Uang yang berputar
untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi
masyarakat. Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai
dibanding uang di masa depan (Economic value of time vs time value of money).
Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah sesuatu yang sangat
berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang
orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan
jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, maka pemilik uang akan
mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Teori time
value of money tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai
kemungkinan mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa.
Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation.
Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi.
Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan
munculnya negative time value of money diabaikan oleh teory ekonomi
konvensional.
Ekonomi
Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya
waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr :1-3. Secara prinsip, tujuan kebijakan
moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional
yaitu menjaga stabilitas
dari mata uang
(baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata
yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak
terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan
dalam berhubungan dengan
manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam
QS.Al.An’am:152 “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan
oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka
kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya
haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan
cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi
kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan
Sosial Umum. Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan
otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan
dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Instrument Kebijakan Moneter Islam
Instrument yang di perlukan dalam kebijakan moneter Islam diharapkan tidak hanya akan
membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill
terhadap uang, tetapi
juga memenuhi kebutuhan
untuk membiyayai deficit pemerintah yang benar-benar rill dan mencapai
sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya. Terdapat sejumlah elemen untuk
mengatur hal ini. Diantaranya (chapra, 2000):
1. Target
pertumbuhan dalam M dan MO
2. Saham
public terhadap deposito unjuk (uang giral)
3. Cadangan
wajib resmi
4. Pembatas
kredit
5. Alokasi
kredit (pembiayaan) yang berorientasi kepada nilai
6. Instrumen
factory (anjak piutang) yang baru 179nstrum tahun 1980-an telah dikenal dengan
nama al-hiwalah, hanya bedanya al-hiwalah tidak menggunakan 179nstrument bunga.
Sumber : Buku Wajib Fungsionaris KSEI FE Unnes 2016
Komentar