Langsung ke konten utama

‘Bajak-Membajak’ SDI Semakin Menjadi, Kualitas Tipis Tak Bisa Dihindari


Ditulis oleh : Cahyaning Budi Utami

Geliat perkembangan lembaga keuangan syariah tidak terlepas dari eksistensi ekonomi syariah  dalam meghadapi krisis 2008 lalu. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia mengalami pertumbuhan lembaga keuangan syariah sangat signifikan. Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Sampai dengan bulan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan total jaringan kantor mencapai 2.380 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Total aset perbankan syariah mencapai Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1% (yoy) dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir (2007-2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’ (Amiur Nuruddin. SDM Berbasis Syariah. Makalah).
Pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah juga harus diimbangi dengan ketersediaan SDM yang berkompeten di bidang syariah atau yang biasa disebut dengan SDI (sumber daya insani). Karena SDI yang handal merupakan pondasi industri perbankan syariah. Bank Indonesia memprediksi bahwa pada tahun 2010 industri perbankan syariah membutuhkan SDI sebanyak 40.000 dan sekitar 50.000 hingga 60.000 di tahun 2011. Namun, besarnya kebutuhan SDI tidak diikuti dengan ketersediaan SDI. Dengan kata lain, kuantitas SDI dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan SDM industri perbankan syariah.
Ironisnya, SDM perbankan syariah dari segi kualitas juga masih rendah. Hal ini juga dinyatakan oleh Kepala Divisi Pengawasan Bank Indonesia Wilayah V Jateng-DIY, Untung Nugroho, juga menyatakan bahwa secara kuantitas maupun kualitas jumlah SDM Perbankan Syariah masih minim, sehingga lambat dalam pertumbuhan kinerjanya (Suara Karya, 25 Oktober 2012).
Sementara itu Ascarya & Yumanita (2008) juga menunjukkan bahwa kualitas SDM perbankan syariah di Indonesia rendah sehingga menyebabkan ketidakefisiensinan perbankan syariah di Indonesia dibanding di Malaysia
Rendahnya kuantitas SDM syariah  menyebabkan banyak terjadinya kasus pembajakan SDM di lingkungan perbankan syariah. Secara sederhana, pembajakan SDM dapat diartikan sebagai perpindahan SDM dari bank asal ke bank syari’ah, meskipun SDM pindah, namun tugas SDM tersebut di bank asal belum selesai. Fenomena perpindahan ini menyebabkan kerugian sesama lembaga keuangan. Jika pembajakan ini terus terjadi, maka bisa jadi para pebisnis bank syariah akan malas mendidik bankirnya dari nol. Kasus pembajakan SDI, salah satunya ditemui di Bank Jabar Banten Syariah pada tahun 2010.
Sementara itu, rendahnya kualitas SDI menyebabkan perbankan syariah dihadapkan pada reputational risk (resiko reputasi) yang salah satunya dapat menyebabkan perbankan syariah kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Berdasarkan masalah di atas diperlukan solusi untuk mengatasi fenomena rendahnya kualitas SDI dan kasus pembajakan SDI. Pihak bank syariah perekrut SDI merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan kuantitas dan kualitas SDI yang mereka rekrut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan perbankan syariah ialah dengan mengimplementasikan program STAF (shidiq, tabligh, amanah, fathonah) Integration on Working Activity, yang dapat diartikan sebagai integrasi sifat STAF pada aktivitas kerja. Penguasaan aspek keilmuan yang berkaitan dengan pengelolaan perbankan syariah memang mutlak diperlukan. Namun, dalam dunia nyata tentunya tidak semua SDM yang telah direkrut mempunyai kualifikasi SDI yang sama. Usaha untuk meningkatkan kompetensi, keterampilan serta moral SDI sangat diperlukan.
Perbankan syariah sebagai institusi berbasis nilai dan prinsip syariah dapat mengembangkan SDI dengan mengimplementasikan sifat-sifat Rasulullah. Sesuai dengan nama program ini, maka sifat Rasul yang dikembangkan ialah STAF (shidiq, tabligh, amanah, fathonah). Adapun program ini terdiri dari empat kegiatan. Pertama, mentoring yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas aqidah dan akhlak SDI. Sifat yang dikembangkan di kegiatan ini ialah shidiq (jujur). Nilai kejujuran dimasukkan ketika sesi mutabaah (penilaian) tentang ibadah SDI. Pada sisi ini kejujuran sangat ditekankan. Kedua leadership training, sebagai pengembangan sifat amanah (dapat dipercaya). Training ini bertujuan untuk mengembangkan sifat kepemimpinan pada SDI. Melalui tranining ini diharapkan SDI dapat bertanggungjawab dan dapat dipercaya dalam aktivitas kerjanya. Ketiga public speaking, sebagai sarana pengembangan sifat tabligh (komunikatif). SDI diwajibkan mempunyai kemampuan komunikasi yang baik agar lancar dalam melayani nasabah maupun berkomunikasi dengan pihak lain. Keempat KSA (Knowledge, skill and ability) Training. Training yang berkaitan dengan peningkatan keilmuan maupun keterampilan terkait ekonomi dan akuntansi syariah. Sifat yang dikembangkan ialah tabligh (cerdas). Training ini bertujuan agar SDI mempunyai pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang tinggi mengenai perbankan syariah sehingga kinerja SDI juga meningkat. Keempat kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mengembangkan sifat shidiq, tabligh, amanah dan fathonah pada SDI, serta menerapkan sifat/prinsip tersebut dalam aktivitas kerja mereka.
Sementara sebagai usaha menghindari pembajakan SDI, pihak-pihak bank syariah dapat melakukan beberapa upaya. Pihak bank syariah dapat mengadakan kontrak ikatan dinas dengan karyawan/SDI yang telah mendapatkan training selama beberapa tahun. Bankir tersebut harus berdiam di bank itu hingga beberapa waktu tertentu. Training yang diadakan tentunya membutuhkan dana. Maka tidak berlebihan apabila diberlakukan transfer fee, yaitu sejumlah rupiah yang harus dibayar bank syariah pembajak bankir dari bank syariah lain.
Namun, usaha dalam peningkatan kualitas SDI dan penghindaran pembajakan SDI tidak akan berhasil tanpa kerjasama berbagai pihak. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dan koordinasi serta komitmen yang penuh dari berbagai pihak seperti pemerintah, BI, Asbisindo, lembaga pendidikan, maupun masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.



Daftar Pustaka

Nuruddin, Amiur. 2010. SDM Berbasis Syariah. Makalah disajikan dalam Seminar Awal Tahun MES, Jakarta, 20 Januari 2010
Ruisa, Khoiriyah. 2009. Asbisindo Akan Godok Kode Etik Migrasi Bankir Syariah. Kontan. 9 Desember
Septianawati, Dewi. 2011. Sumber Daya Insani Penunjang Ekonomi Syariah http://dewiseptianawati.blogspot.com/2011/03/sumber-daya-insani-sebagai-penunjang.html. diunduh tanggal 5 Februari 2013
Sulhan, Siswanto Muhammad. Analisis Sikap Kerja Karyawan Perbankan Syariah berdasarkan Karakteristik Biografis. Jurnal Ekonomi. Malang: Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang.
Utami, Anita. 2011. Audit Fungsi Sumber Daya Manusia Mengatasi Kurangnya Kualitas SDM Perbankan Syariah: Studi Kasus di Bank Syariah Mandiri Cabang Bandung-Kopo. Skripsi. Bandung: FPEB Universitas Pendidikan Indonesia

Wibisono, Kunto. 2011. BI Harapkan Kode Etik Perbankan Syariah Terwujud. Antara News. 23 April

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil