Langsung ke konten utama

Peran Wakaf Dalam Membangun Peradaban

Peran Wakaf Dalam Membangun Peradaban

Hari, tanggal : Ahad, 26 April 2020
Pembicara : Kak Halwani, S.Akun
Moderator : Anisatul Mujayanti

A. Materi

1. Pengertian Wakaf

Wakaf secara etimologi berasal dari bahasa arab “waqf” yang berarti "alhabsu” Kata ini merupakan mashdar dari kata waqafa, yaqifu, waqfan atau habasayahbisu-habsan dengan jamak awqaf yang berarti menahan atau menghentikan sesuatu dan berdiam di tempat. Kata al-habsu sendiri banyak dipakai di Afrika Utara, kadang-kadang mereka menyebutnya dengan habous, dengan arti yang sama (menahan) (lihat Al-Bakri, 1607 dan Sayyid Sabiq, 1983).

Al-Bakri (1607) dalam kitab I’aanatut Thalibin mendefinisikan wakaf secara istilah, sebagai kegiatan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan keabadian dzatnya, serta bisa ditukar pada suatu waktu dengan cara yang diperbolehkan tujuannya. Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim, yang artinya: “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak sholeh yang mendoakannya.”

Di mana menurut pendapat para Ulama, kata “shadaqah jariyah” pada hadits tersebut adalah wakaf. Pandangan ini senada dengan Sayyid Sabiq yang menjelaskan definisi wakaf secara syara’, dalam kitab Fiqh as-Sunnah, dengan pengertian ‘menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah’. Kalau Menurut Pak Adiwarman Karim dalam Bukunya Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Halaman 48. Wakaf itu adalah Harta benda yang didedikasikan  oleh seseorang Muslim untuk kepentingan AgamacAllah dan Pendapatannya akan di simpan di Baitul Mal.

Pendapat Ulama Tentang Wakaf: Wahbah Zuhaili (1997) memaparkan beberapa pendapat ulama dalam pendefinisian wakaf. Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf dengan: “menahan materi benda (pokok harta) atas kepemilikan orang yang berwakafdan menyedekahkan hasil (manfaatnya) pada jalan yang benar (untuk kebajikan)”. Dengan definisi tersebut, Imam Abu Hanifah memandang akad wakaf bersifat tidak mengikat, dalam artian bahwa orang yang berwakaf boleh saja mencabut wakafnya kembali dan boleh diperjualbelikan oleh pemilik semula serta bukan berarti menanggalkan hak milik secara mutlak. Sementara, Jumhur Ulama (pengikut Syafi’i dan Hambali-termasuk Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani*,keduanya madzhab Hanafi)* mendefinisikan wakaf dengan: “menahan tindakan hukum orang yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum dan kebajikan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah SWT, sedang materinya tetap utuh”. Dengan definisi ini, Jumhur berpendapat harta yang sudah diwakafkan tidak lagi menjadi milik wâqif dan akadnya bersifat mengikat. Status harta telah berubah menjadi milik Allah SWT yang dipergunakan untuk kebajikan bersama, sehingga wâqiftidak boleh lagi bertindak hukum terhadap harta tersebut.

2. Prinsip Dasar Pengelolaan Wakaf. Dalam pelaksanaannya, wakaf berlangsung dengan eksistensi beberapa prinsip dasar yang termasuk dalam rukun dan syarat wakaf. Dari setiap rukun wakaf tersebut para Ulama mengharuskan dipenuhinya syarat masing-masing rukun tersebut yaitu :

a. Syarat-syarat orang mewakafkan (wâqif)
Wâqif harus mempunyai kecakapan hukum (kamalul ahliyah) untuk melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak di bawah pengampuan (boros/lalai) dan tidak dipaksa. Wahbah Zuhaili (1997) menambahkan syarat wâqif harus merdeka, mempunyai harta, dan cerdas.
b. Syarat-syarat barang yang diwakafkan (mauqufbih atau mauquf)
Mauquf dipandang sah apabila bersifat mutaqawwam, yaitu dapat disimpan dan halal digunakan (menurut madzhab Hanafi). Selain itu, ia juga merupakan harta yang bernilai dan diketahui dengan jelas barangnya (’ainun ma’lumun), tahan lama, serta hak milik wâqifmurni.
c. Syarat-syarat tujuan/penerima wakaf (mauquf‘alaih)
Para Faqih telah sepakat bahwa pemanfaatan wakaf haruslah untuk sebanyak- banyaknya kemashlahatan umat (secara luas) dalam bentuk infak pada setiap kegiatan kebaikan. Karena hal inilah yang menjadikannya bernilai ibadah.
d. Syarat-syarat lafaz wakaf (sighat)
Wakaf tidak sah jika tanpa sighat, yakni pernyataan wakaf yang dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pentingnya sighat ini sebab ia melepaskan hak milik atas benda dan manfaat, atau manfaatnya saja dan memberikan kepemilikannya kepada yang lain, sehingga harus jelas pernyataannya.
e. Syarat-syarat pengelola wakaf (nadzir)
Nadzir wakaf adalah perseorangan atau lembaga yang berbadan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik- baiknya sesuai dengan tujuan wakaf. Nadzir bukan termasuk rukun wakaf, sebab wâqifbisa saja menjadi nadzir atas harta wakafnya atau diserahkan pada pihak lain tergantung wâqif. Adapun syarat bagi nadzir meliputi syarat standar moral (seperti paham tentang hukum wakaf, amanah dan cakap), kemampuan manajerial, dan kecakapan pengalaman serta kapabilitas untuk menjaga dan mengembangkan harta wakaf (Tim Depag, 2005 dan 2003a).
Jika diserahkan kepada pihak lain, nadzir berhak mendapat upah mengurus harta wakaf selama ia melaksanakan tugasnya dengan baik. Besarnya sesuai ketentuan wâqif, bisa sepersepuluh, seperdelapan atau berapa saja yang pantas menurut pertimbangan wâqif. Bila wâqif tidak menentukan besaran upahnya, maka hakim (pemerintah) dapat menentukan besarnya upah itu sesuai dengan tugas yang dibebankan. Nadzir tidak dibebani risiko yang terjadi atas harta wakaf, kecuali dapat dibuktikan bahwa kerusakan atau kerugian terjadi karena kelalaian bahkan kesengajaannya (Ali, 2006 : 92-93).
f. Syarat jangka waktu
Jangka waktu juga bukan merupakan rukun wakaf, namun penting sebab mempengaruhi keabsahan pemanfaatan aset wakaf. Ada dua pendapat mengenai jangka waktu penggunaan wakaf. Pertama, Pendapat kalangan Syafi’iyah, Hanafiyah, dan sebagian Hanabilah yang menyatakan bahwa wakaf haruslah bersifat permanen. Sedangkan yang kedua, menyatakan bahwa wakaf boleh bersifat temporer. Pendapat ini didukung oleh sebagian kalangan Hanabilah dan sebagian Ja’fariyah dan Ibn Suraij. Menurut mereka, wakaf sementara itu adalah sah, baik dalam jangka panjang maupun pendek.

3. Klasifikasi Wakaf

a. Berdasarkan Tujuan Wakaf
Wakaf berdasarkan tujuannya terdiri dari dua kategori (Mahamood, 2006); Wakaf Umum (waqf ‘amm) dan Wakaf Khusus (waqf khass).
1) Wakaf umum mencakup adanya keabadian modal/pokok aset dan (pemanfaatan) pendapatan (hasil) dari aset tersebut secara Syariah, untuk tujuan masyarakat banyak tanpa dibatasi untuk tujuan atau orang-orang tertentu. Wakaf ini secara klasikal disebut juga sebagai waqfal-khairi yaitu wakaf sosial.
2) Wakaf khusus ditujukan untuk tujuan spesifik atau individu tertentu termasuk keluarga pemberi wakaf atau keturunannya (private and family waqf). Jenis wakaf ini dikenal sebagai waqfal-ahli atau waqfal-dhurri. Beberapa cendikiawan, seperti Syed Ameer Ali dan Mohd Zain Hj. Othman (dalam Mahamood, 2006), serta Qahaf (2007) menambahkan kategori quasi-public waqf. Jenis wakaf ini merupakan perpaduan wakafumum dan wakaf khusus (musytarak) di mana pada tujuan awalnya sebagian ditujukan untuk kepentingan umum dan sebagian lagi untuk perorangan atau kelompok tertentu.

 b. Berdasarkan Jangka Waktu
Qahaf (2007: 24-25) membagi wakaf kategori ini menjadi dua macam:
1) Wakaf Abadi, yaitu terjadi bila wakaf berbentuk barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wâqif sebagai wakaf abadi dan produktif, di mana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti kerusakannya.
2) Wakaf Sementara, yaitu wakaf yang sifatnya tidak abadi, baik dikarenakan oleh bentuk barangnya maupun keinginan wâqif sendiri. Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya, kecuali madzhab Maliki.

c. Berdasarkan Jenis Aset Wakaf
Berdasarkan klasifikasi ini, Magda (2007) membagi wakaf menjadi :
1) Waqf ghair manqul (immovable waqfs), meliputi; tanah, ladang, kebun, atau bangunan seperti masjid, sekolah dan rumah sakit, dan panti asuhan.
2) Waqf manqul (movable waqfs), yakni wakaf aset bergerak seperti; sapi dan hewan ternak lainnya, buku dan mushaf, tanaman, senjata, alat medis, dan uang.
3) Waqf sahih (sound atau valid waqfs), yaitu wakaf yang bisa ditemui pada tanah milik yang secara pribadi telah dimiliki dengan kepemilikan mutlak dan tidak lagi terkait dengan pemindahan hak milik kepada orang lain.
4) Waqf ghair sahih (unsound atau invalid waqfs), sebaliknya wakaf jenis ini terjadi pada tanah yang secara original bukan kepemilikan mutlak (meiri) seperti tanah milik negara, dan aset lainnya yang termasuk milik publik (public treasury).
5) Wakaf Langsung (Direct waqfs), wakaf yang secara langsung memberikan pelayanan cuma-cuma bagi masyarakat; untuk beribadah, menyediakan pendidikan gratis, dan memberi perawatan kepada pasien secara gratis.
6) Wakaf Tidak Langsung (Indirect waqfs). Wakaf ini dibutuhkan untuk menutup biaya atas wakaf langsung tersebut. Seperti, membuat wakaf dalam bentuk toko, rumah, tanah pertanian, dan lain-lain, kemudian pendapatan yang dihasilkan dari aset wakaf ini diarahkan untuk mendukung wakaf langsung.

4. Fungsi dan Tujuan Wakaf
a. Fungsi Wakaf Menurut Mustafa dan Yusuf (2008) memaparkan fungsi wakaf  sebagai wakaf produktifmemiliki banyak kelebihan di era kontemporer saat ini. Di antaranya : Memperluas basis sumber dana wakaf secara signifikan karena nominal wakaf uang jauh lebih rendah dan bervariasi dibandingkan wakaf aset fisik.
b. Tujuan Pengelolaan Wakaf Produktif Qahaf (2007) mengusulkan perbaikan tujuan manajemen wakaf sebagai berikut:

1) Meningkatkan keoptimalan produksi harta wakaf hingga mencapai target ideal untuk memberi manfaat sebesar mungkin bagi tujuan wakaf, dan itu dapat terlaksana dengan beberapa hal berikut :
a) Meningkatkan hasilnya dengan berusaha memperoleh sebesar mungkin hasil dari produksi dan investasi wakaf.
b) Mengurangi sebesar mungkin pengeluaran untuk keperluan administrasi.
c) Menghindari adanya penyimpangan, seperti kerusakan, pencurian, penyalahgunaan amanah, dan sebagainya, hingga sekecil mungkin.

2) Melindungi harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan penjagaan yang baik dalam menginvestasikan harta wakaf dan mengurangi sekecil mungkin risiko investasi.

3) Melaksanakan distribusi hasil wakaf dengan baik kepada tujuan wakaf yang telah ditentukan, baik berdasarkan pernyataan wâqif dalam akte wakaf maupun berdasarkan pendapat fikih dalam kondisi wakaf hilang aktenya dan tidak diketahui tujuannya, dan mengurangi kemungkinan adanya penyimpangan dalam menyalurkan hasil-hasil tersebut

4) Berpegang teguh pada syarat-syarat wâqif, baik itu berkenaan dengan jenis dan tujuan investasi, tujuan wakaf, pengenalan objek, batasan tempat, bentuk kepengurusan dan seluk beluk cara nadzir bisa menduduki posisi tersebut.

5) Memberikan penjelasan kepada para dermawan dan mendorong mereka untuk melakukan wakaf baru, dan secara umum memberi penyuluhan dan menyarankan pembentukan wakaf baru.

5. Apa Yang Pernah Kita Capai  dengan Instrumen Wakaf di Masa Sahabat dan Para Tabiin?

a. Hampir 75% seluruh lahan yang dapat ditanami di Daulah Khilafah Turki Usmani merupakan tanah wakaf
b. Setengah (50 %) dari lahan di Aljazair, pada masa penjajahan Perancis pada pertengahan abad ke 19 merupakan tanah wakaf
c. Pada periode yang sama, 33 % Tanah di Tunisia merupakan tanah wakaf
d. Di Mesir sampai dengan tahun 1949, 12,5 persen lahan pertanian adalah tanah wakaf
e. Pada Tahun 1930 di Iran, sekitar 30 persen dari lahan yang ditanami adalah lahan wakaf.
f. Abad 15-16, di tanah Palestina tercatat 233 sertifikat tanah waqf dengan 890 bangunan diatasnya, dan hanya ada 92 sertifikat tanah privat dengan 108 bangunan diatasnya. Tercatat 64 sekolah yang dikelola lembaga wakaf dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan mesjid.

Wakaf memiliki peran strategis di samping instrumen-instrumen ekonomi lain dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat bila dikelola sebagaimana mestinya. Tim Penyusun Buku Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia (2003) memaparkan potensi wakaf yang dapat digunakan untuk mendukung aktifitas pengadaan social maupun private good yang dapat membuka peluang bagi analisis ekonomi yang menarik terkait alokasi sumber keuangan publik. Di mana hal ini telah dipraktikkan sejak lama.

Jadi Kalau kita Perhatikan Bahwa Wakaf ini  Bisa kita manfaatkan dengan Dua Aspek Pertama Aspek Privat Good Maupun Social Good.
Dari aspek private good, wakaf umpamanya untuk membekali gadis-gadis yatim piatu dengan mahar agar mereka dapatmenarik calon suami;menyediakan penghasilan untuk membayar denda para tahanan yang miskin; membeli pakaian untuk orang desa lanjut usia; hingga mempersenjatai tentara (Dumper, 1999).
Bahkan pada skala yang lebih besar, Dumper (1999) mengutip Granott, aspek social good diimplementasikan lewat pembangunan jalan kereta api Hijaz,yang melintasi Syiria serta Yordania menuju Mekah, yang didanai oleh masyarakat Muslim dan kemudian dianggap sebagai wakaf. Hal ini menunjukkan besarnya peran wakaf dalam kehidupan suatu Negara dan masyarakat Muslim.

6. Peran Wakaf Dalam Membangun Peradaban 


saya ingin ngeshare ini ke temen-temen semuanya mari kita merenungi kejadian terjadi di Palestina yang sampai hari ini tergerus dan di ambil terus oleh Israel karena kelalaian kita  dan kelicikan orang orang yahudi dalam menguasai Palestina.






Dan untuk mengembalikan apa yang sudah kita lakukan saya ingin tutup Diskusi ini dengan Gambar di atas, Apakah kita akan selamanya sebagai penikmat peradaban atau mau ambil bagian menjadi Garda terdepan sebagai Pelopor kebangkitan Ekonomi Umat atau hanya skedar pengekor peradaban.


Jawabnnya ada di tiga instrumen ini bagaimana cara kita mengembangkan wakaf kedepanya , sekarang sudah mulai masif wakaf Blok Chain, dll.

 Lantas apa yang harus kita lakukan?
1) Mengembangkan ekosistem dan pergeseran paradigma (musabaqoh-muawwanah).
2) Meningkatkan jumlah wakif melalui literasi dan kesadaran (khususnya sekolah dan kampus).
3) Meningkatkan jumlah dan diversifikasi harta wakaf.
4) Penguatan kompetensi nadzir-capacity building untuk meningkatkan nilai tambah asset wakaf (sense of business, entrepreneurship and value creation).
5) Meningkatkan kualitas tatakelola-kepatuhan terhadap prinsip good governance principals dan waqf core principles.
6) Keanekaragaman pengelolaan asset wakaf dengan resiko terkelola (waqf linked sukuk) dan mendukung pertumbuhan ekonomi islamy.
7) Memanfaatkan teknologi digital (termasuk asset digitalization).

B. Tanya Jawab

1. Dari hamba Allah ijin bertanya, Taun sebelumnya, sedang gencar adanya wakaf uang. Tadi disebutkan jika harta wakaf itu utuh. Sementara jika wakaf uang, berarti nantinya berubah bentuk dan bagaimana dengan sertifikat wakaf jika wakaf uang? Mengingat jika mewakafkan semisal tanah, bangunan terdapat sertifikatnya. Terima kasih.

Jawaban: Baik Terima kasih pertanyaan Iyaa Betul sekarang Kita mengenal Wakaf Uang hal ini sudah di tegaskan Oleh Fatwa MUI tentang Cash Waqf/ wakaf uang  yang di keluarkan pada tanggal 11 Mei tahun 2002dan di perbolehkan adapun Penerbitan Sertifikatnya di Wakaf Uang kita mengenal ada SWU (Sertifikat Wakaf Uang)yg di terbitkan oleh Nadzir pengelola Wakaf. Nah Nah nanti Wakaf berupa Uang ini di Jaminkan Melalui LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf Uang) jadi kalaj suatu saat Jenis Usaha yang di danai melalui Wakaf Uang sudah Aman dan di Jamin di LKS PWU , kalau hanya sekedar sertifikat Iyaa sama Wakaf Uang Juga ada SWU.

2. Saya Rohhaq G dari Universitas Negeri Semarang, mau tanya Mas, untuk wakaf hutan yang dicanangkan salah satu dosen di Jawa Barat (mohon maaf saya lupa tepatnya), bagaimanakah perkembangannya di Indonesia dan apakah untuk ke depannya benar-benar dapat dilaksanakan? Terima kasih.

Jawaban: Menarik Pertanyaan ini, Jadi Dalam Wakaf kita harus membedakan Wakaf Uang dan Wakaf Melalui Uang. Dalam konteks ini Wakaf Hutan itu Bisa jadi Objek Wakafnya berupa Hutannya atau Tumbuhan Yang ada di Atasnya atau Bibit Tanaman yang akan di  wakafkan,  Jadi Mauquf bih nya harus di pastikan dulu, kalau wakaf hutan ini yang di wakafkan apanya???
Kalau sekiranya dia Mau Wakaf Hutan yang harus di pastikan Agar sah Wakafnya itu udah Mutaqawwam apa belum, mutaqawwam artinya Halal gk diatas Hutan itu jangan jangan Hutan Nya di penuhi Ganja, atau syarat yang kedua yaitu Ainun Ma'lumun apakah itu Bener bener Milik Wakìf (orang yg berwakaf) atau Lahan sengketa. Nah ketika kita sudah bener bener memastikan Itu semua maka secara Objek sih Boleh,
Dan Yang harus di pastikan ketika hendak mau di wakafkan adalah Nadzirnya Mampu gk mengelola itu karena banya kasus yang terjadi Kesalahan dari wakif Terkadang Tanah yg di wakafkan adalah tanah sengketa akhirnya memberatkan nadzir, kadua Lahannya jauh Akhinrnya Nadzir Susah Mengakses dan ngelolanya dan di pastikanya juga kenadzir Mampu mengelola Hutan tersebut karena kalau tidak di manfaatkan Wakif bisa menarik kembali ada pendapat yang memberi catatan seperti itu wallahu a'lam.

3. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dari hamba Allah ijin bertanya, Maaf pertanyaan nya sedikit melenceng dari materi. Baru-baru ini banyak diketahui adanya pembayaran zakat online atau bisa disebut e-zakat dimana mekanisme nya menggunakan uang. Nah, untuk hal tersebut apakah dalam pembayaran uang tersebut menganut harga beras atau yang lainnya? Atau kah ada ketentuan tersendiri? Terimakasih.

Jawaban: Menarik pertanyaannya, Saya Alhamdulillah 4 tahu  terakhir Aktif di Lembaga Zakat Nasional dan kami sering menerima pembayaran Zakat Online, untuk Pembayarannya uang yang di bayarkan itu di sesuaikan dengan Harga beras Mba, di LAZNAS tempat Saya berkhidmat Kita sudah menawarkan Varian Harganya misalkan Mulai dari harga 8000-12.000 Perliternya Nah Kan kita Mengeluarkan  kalau Zakat Fitrah 2,5 kg karena takarannya adalah liter jadi berubah jadi 3,5 liter kalau tidak salah karena dari kg ke liter. Nah 3,5 itu aja yang di Kaliakan dengan harga yang di pilih oleh Muzakki.  Sebetulnya pembayaran Zakat Online sudah lama Ka, bahkan di beberapa tahun terakhir ini sudah ada ketentunanya baik Terkait Cara Ijab Kabul sampai Panduan doanya apalagi LAZNAS seperti DD dll iyu sudah menggunakan sistem yg sudah berbasik teknologi Pembayaran Zakatnya Wallahu a'lam.

4. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dari hamba Allah ijin bertanya, Lks pwu (lembaga keuangan syariah pengelola wakaf uang) contohnya apa saja? Terimakasih.

Jawaban: Sejauh Ini yang saya tahu sudah ada Beberapa Perbankan Syariah Yang sudah terdaftar Sebagai LKS PWU jadi LKS PWU ini Sejauh ini Perbankan Syariah, data dari Yayasan Edukasi Wakaf Kalau tidak salah sudah ada list LKS PWU coba Follow Instagramnya itu Lembaga konsultan Wakaf dan edukasi Wakaf Uang. Dan Ternyata LKS PWU itu sudah ada 20 sekarang Memambahkan Barusan daru Founder YEWI Pak Roy Renwarin.

C. Lampiran-lampiran





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil