Langsung ke konten utama

Pentingnya Belajar Mawaris Bagi Milenial


Pentingnya Belajar Mawaris Bagi Milenial
Hari, tanggal   : Sabtu, 11 April 2020
Pembicara        : Darihan Mubarak
Moderator       : Pratika

1.    Materi
A.  Latar Belakang Waris:
·      Dalam tataran implementasi banyak yang mengabaikan ilmu faraid, hal ini berdasarkan hadis Nabi. Dalam tataran implementasi di era sekarang ini sangat jarang ditemukan orang yang mempraktikkan ilmu mawaris
·      Dalam Islam, harta adalah penegak kehidupan. Islam itu agama yang universal, tidak ada yang tidak diatur. Alasan ada ilmu mawaris ternyata ada sudut pandang berkaitan dengan harta dalam Islam
·      Sering terjadi persengketaan saudara karena harta. Islam mengatur mengenai pembagian harta
·      Warisan berkaitan dengan hubungan darah atau pernikahan bukan karena kasih sayang
·      Allah lebih tahu tentang ciptaan-Nya.
B.  Pengertian Warisan:
·      Mawaris secara bahasa berasal dari kata warasa yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Hal tersebut tidak hanya digunakan dalam perpindahan harta tetapi juga digunakan untuk  mewarisi ilmu
·      Sedangkan dalam istilah berarti berpindahnya hak kepemilikan harta dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup (dalam konteks pembagian harta)
·      Namun, jika melihat secara teks Qur’ani, kata warasa tidak hanya digunakan untuk harta, tapi juga bisa ilmu, kuasa atas bumi, dan lain-lain
·      Mawaris juga disebut dengan Faraidh, berasal dari kata Fardh. Faraidh merupakan bentuk plural dari kata Faridhoh yang berarti ketentuan. Singkatnya, Ilmu Faraidh adalah ilmu yang membahas pembagian harta pusaka, “attirkah (peninggalan)”.
C.  Hukum Mempelajari Waris:
·      Hukum mempelajari waris adalah Fardhu Kifayah
·      Harta yang akan diagi adalah harta setelah kepengurusan jenazah. Ketika seorang meninggal maka harus diurus biaya persiapan jenazah dan penguburan, pelaksanaan wasiat telah dipenuhi, dan pembayaran hutang telah selesai dibayarkan. Setelah itu waris baru bisa untuk dibagikan
·      Waris dibagikan harus secepatnya karena kita tidak tau bahwa orang yang sebagai ahli waris tersebut akan meninggal juga atau tidak.
D.  Sebab Menerima Waris:
·      Terdapat beberapa sebab seseorang menerima waris, diantaranya:
1)   Karena hubungan darah atau ada garis nasab. Contohnya jika punya anak, bapak, cucu, dan sebagainya
2)   Karena pernikahan. Contohnya ketika sesorang meninggal maka istrinya berhak menerima harta warisan dari suaminya yang telah meninggal
3)   Alwala’ yang berarti karena saya memerdekakan budak. Contohnya ketika seseorang memerdekakan budak dan budak tersebut meninggal maka orang tersebut berhak atas harta budak tersebut
4)   Dia Islam. Contohnya ketika seseorang meninggal namun tidak memiliki ahli waris sama sekali maka harta orang tersebut dapat diserahkan ke Baitul Maal (lembaga Islam).
E.   Ada 3 jenis penerima waris:
1.    Zawil furudh adalah orang yang bagian warisnya sudah ditentukan dalam Al-Quran/orang-orang yang sudah pasti dapat bagian. Untuk lebih jelasnya terdapat pada surah An-Nisa ayat 11-12.
2.    Asabah adalah orang yang bagian warisannya mendapat sisa. Karena tidak disebutkan pembagian pastinya dalam alquran.
Asabah dibagi menjadi 3:
1)   Asabah Bin Nafsi adalah orang yang mendapat sisa karena sebab dirinya sendiri.
2)   Asabah Bil Ghair adalah orang yang menjadi asabah karena ada asabah bin nafsi.
3)   Asabah Ma'al Ghair adalah  ahli waris yang menerima bagian asabah karena bersama ahli waris lain yang bukan penerima bagian asabah.
3.    Zawil Arham adalah orang yang mempunyai hubungan sama rahim. Misalnya adalah Cucunya anak mayit. Zawil arham dapat bagian harta waris ketika sudah selesai pembagian untuk zawil furudh dan asabah (jika hartanya masih tersisa).
F.   Pembagian harta warisan:
·      Pertama tentukan Zawil Furudh terlebih dahulu, kemudian baru tentukan Asabah.
·      Zawil Furudh yang sudah ditentukan dalam Al-Quran bisa saja menjadi Asabah, tergantung dari kasus permasalahannya seperti apa.
·      Misal si A meninggal, lalu memiliki harta warisan sebesar 80 juta. Dia mempunyai 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, kemudian ada ayah dan ada ibu. Dalam kasus ini zawil furudhnya ayah dan ibu. 1/6 dari 80jt itu bagian ayah dan ibu juga mendapatkan 1/6 dari 80 jt . Kemudian Anak laki-laki dapat asabah(sisa). Perhitungannya adalah Anak laki-laki di hitung 2x bagian perempuan.
·      Untuk lebih lengkapnya bagian-bagian harta waris ada di surah An-Nisa ayat 11-12.

2.    Pertanyaan
1)   Dwi Noor Puspa dari Fakultas Ekonomi Unversitas Negeri Semarang
Bagaimana cara agar kita terhindar dari ingin memiliki harta waris lebih dari jatah yang semestinya dan terhindar dari perselisihan?
Jawaban:
Sebenarnya sejak dini sudah ada langkah preventif yang harus dilakukan. Cara agar terhindar dari memiliki harta lebih dari hak kita adalah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah pertama dilingkungan anak bahwa setelah meninggal nanti Allah yang menjamin hidup kita. Jadi meskipun hidup kita ketika kecil tidak berharta tapi kita menyandarkan hidup kita kepada Allah maka Allah yang menjamin hidup kita.
2)   Rivaldo Kurniawan dari Fakultas Ekonomi Unversitas Negeri Semarang
Untuk sebab menerima waris tadi ada pendapat ulama yang mengatakan yang tidak ada ahli waris maka diberikan ke Baitul mall..Untuk sekarang itu kan Baitul mall tidak ada kemudian apabila orang meninggal akan tetapi tidak mempunyai ahli waris ,untuk harta warisnya bagaimana yah apa dikelola negara atau bagaimana?
Jawaban:
Jika benar-benar tidak memiliki ahli waris maka diberikan ke lembaga yang mendekati baitul maal, misalnya: Badan Amil Zakat Nasional atau Badan Wakaf Indonesia.
3)   Munfatima dari Fakultas Ekonomi Unversitas Negeri Semarang
Apabila ada seorang anak laki-laki (anak kandung) durhaka kepada ayahnya sehingga membuat ayahnya memutuskan hubungan dg si anak ini, apakah jika ayahnya meninggal si anak ini akan tetap mendapatkan warisan dari ayahnya atau statusnya sebagai penerima warisan akan gugur?
Jawaban:
Yang menyebabkan orang terhalang mendapatkan warisan dalam islam itu setidaknya ada dua diantaranya:
1)   Murtad.
2)   Dia membunuh ayahnya.
Kalau dia durhaka itu tidak bisa terhalang karena masih hubungan darah, akan tetapi dia akan tetap mendapat dosa durhaka kepada orang tua. Dan dia masih berhak menerima harta waris dari ayahnya.
4)   Veni dari Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Untuk perhitungan jumlah warisan dihitung dari jumlah keseluruhan warisan/jumlah awal, atau dari sisa setelah perhitungan? Jadi misalkan ayah dan ibu punya hak waris 1/6, 1/6 dari jumlah awal sisanya untuk ibu? Atau sama-sama 1/6 dari jumlah warisan awal?
Jawaban:
Harta misalkan 24 juta. Ada ahli waris ibu, bapak, anak laki-laki, dan 2 anak perempuan. Ibu dan bapak mendapatkan 1/6 dari 24 (ibu bapak tersebut disebut Zawil Furudh). Maka ibu dan bapak mendapat 4 juta dari 1/6 x 24 juta. Kemudian anak laki-laki dan 2 anak perempuan disebut asabaha. Sisa harta dari 24 juta dikurangi 8 juta adalah 16 juta. Aturannya bagian laki-laki 2x dari bagian perempuan maka anak laki-laki mendapat 8 juta dan masing-masing anak perempuan mendapat 4 juta. Hitungan anak laki-laki dan perempuan menunggu sisa dari hitungan ibu dan bapak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil