Langsung ke konten utama
PERBANKAN SYARIAH
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia  yang  sebagian  besar  penduduknya  adalah  Muslim  membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang  yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku  Bank  Islam  Analisa  Fiqih  dan  Keuangan  penghalangnya  adalah  faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam (baca buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan karya Adiwarman Karim – IIIT Indonesia, 2003).
Namun,  sejak  2000-an,  setelah  terbukti  keunggulan  bank  syariah  (bank Islam) dibandingkan bank konvensional – antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan  suntikan  dana,  ketika  bank-bank  konvensional  menjerit  minta Bantuan  Likuiditas  Bank  Indonesia  (BLBI)  ratusan  triliunan  akibat  negative spread  –  bankbank  syariah  pun  bermunculan  di  Indonesia.  Hingga  akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS).
Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW,  yakni  menerima  simpanan  uang,  memberikan  pembiayaan,  dan  jasa transfer uang.  Namun,  biasanya satu  orang hanya melakukan  satu  fungsi   saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu.
Usaha modern  pertama  dalam  pendirian  bank  tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut tidak berhasil. Berikutnya, eksperimen dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an. Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis modern.
Salah  satu  tonggak  perkembangan  perbankan  Islam  adalah  didirikannya Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan  Islam) pada tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini dibentuk  oleh  Organisasi  Konferensi  Islam  (OKI)  yang  anggota-anggotanya adalah negaranegara Islam, termasuk Indonesia.
Pada  era  1970-an,  usaha-usaha  untuk  mendirikan  bank  Islam  sudah menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic Bank (1975) dan Kuwait Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara tersebut menjadi nonbunga, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga.
Kini perbankan syariah sudah menyebar ke berbagai negara, bahkan negara- negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, tepatnya Denmark, tahun 1983. Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan perbankan terjadi pada awal dasawarsa 1980- an, dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983.
Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank  dan  pihak  lain  untuk  penyimpanan  dana  dan/atau  pembiayaan  kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah   antara lain :
Pembayaran  terhadap  pinjaman  dengan  nilai  yang berbeda dari  nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi  dana  harus  turut  berbagi  keuntungan  dan  kerugian  sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam  tidak  memperbolehkan  ―menghasilkan  uang  dari  uang‖.  Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
Investasi   hanya   boleh   diberikan   pada   usaha-usaha   yang   tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras  misalnya tidak     boleh didanai oleh perbankan syariah.

Kekuatan dan Kelemahan Perbankan Syariah
Kekuatan
Kesesuaian dalam prinsip syariah
Sistem adil dan menentramkan
Terbukti tahan krisismempunyai payung hukum perundang-undangan.
Kelemahan
Jaringan kantor serta ATM yang masih rendah dan belum merata
Loyalitas nasabah (sebagian nasabah hanya mengejar tawaran tingkat bagi hasil yang tinggi)
Minimnya dana pemasaran dan promosi
Minimnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
Keterbatasan teknologi dan produk f. Minimnya SDM
Peluang
Perluasan market share perbankan syariah
Aktivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam
SDM yang menpunyai kualifikasi
Peluang pasar yang cukup luas
Tantangan
Meningkatkan kemurnian bank syariah sesuai syariat islam
Kualitas SDM yang belum merata
Permodalan yang belum kuat

Sumber : Buku Wajib Fungsionaris  KSEI FE Unnes 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil