Langsung ke konten utama

BANK SYARI’AH

BANK SYARI’AH
Karakteristik Bank Syariah
Pengahapusan riba
Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio ekonomi Islam.
 Merupakan gabungan dari bank komersial dan bank investasi yang bersifat universal.
Lebih berhati-hati dalam mengevaluasi permohonan pembiayaan yang berorientasi pada penyertaan modal, karena bank syariah menerapkan proffitloss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis atau industri.
Menerapkan sistem bagi hasil.
Memanfaatkan instrumen bank sentral berbasis syariah.
Fungsi, peran tujuan bank syariah
Dalam pembukan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditng  Organization  for  Islamic  Financial  Institution  (AAOIFI),  peran  dan fungsi bank syariah diantaranya adalah sebagai berikut:
Manajer investasi. Bank syariah dapat mengelola investasi  dana nasabah.
Investor. Bank syariah dapat menginvestasikan dana miliknya dan dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
Penyedia jasa keuangan dan lalu litas pembayaran. Bank Syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
Sebagai pelaksana kegiatan sosial. Bank Syariah memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun ,mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat, serta dana-dana sosial lannya.
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara islami.
Menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi.
Meningkatkan kualitas  hidup umat dengan jalan mebuka peluang berusaha yang lebih besar.
Menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara berkembang.
Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter.
Menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank konvensional yang masih menerapkan sistem bunga.
Sejarah Perkembangan Bank Syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embelembel  islam,  karena adanya kekhawatiran  rezim  yang berkuasa  saat itu  akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung  dalam  bentuk  partnership  dan  membagi  keuntungan  yang  didapat dengan para penabung. Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori  oleh  negara-negara  yang  tergabung  dalam  Organisasi  Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian  muncul.  Di  Timur  Tengah  antara  lain  berdiri  Dubai  Islamic  Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Sumber : Buku Wajib Fungsionaris  KSEI FE Unnes 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil