Langsung ke konten utama
UANG DALAM EKONOMI ISLAM
Sejarah Uang Dalam Ekonomi Islam
A.  Masa Pra Islam
  Pada masa sebelum datangnya islam, mata uang yang digunakan sebuah alat pembayaran dalam transaksi perdagangan adalah Dinar (Uang Emas) dan dirham (uang perak). Uang Dinar Emas dan Dirham Perak dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua negara tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu. Dinar (emas) dalam sejarah dunia pertama kali diperkenalkan melalui Romawi kuno pada tahun 211 SM. Menurut hukum islam, uang dinar dipergunakan setara 4,25 gram emas 22 karat dengan diameter 23 milimeter sedangkan Dirham 2,975 gram perak murni. Karena dinar adalah mata uang yang dipergunakan sebagai alat tukar pembayaran transaksi ekonomi pada masa itu dan juga nilainya stabil yang disebabkan adanya kadar emas dalam mata uang tersebut.
 Masa Rasulullah dan Sahabat
 Pada masa Rasulullah SAW dan sahabat mereka membuat suatu kebijakan terhadap perekonomian. Dalam hal transaksi mereka menetapkan alat pembayaran yang digunakan kaum muslimin pada saat itu berupa dinar dan dirham dan juga dijadikan sebagai standar ukuran hukum syar‘i. Kemudian pada tahun 20 H, Khalifah Umar r.a memerintahkan unntuk mencetak uang baru mengikuti gaya dirham Persia dengan sedikit modifikasi. Dimana ditambah lafadz yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi, seperti lafadz Bismillah dan Bismillahi Rabbi. Pada masa Khalifah Ali r.a mata uang islam memiliki ciri khusus baru, namun peredarannya terbatas karena kondisi politik ketika itu yang kacau dimana khalifah lebih terfokus pada masalah politik yaitu nperang unta dan perang siffin.
 Masa Kekhalifahan s.d Turki Usmani
  Pada zaman Muawiyah, mata uang gaya persia juga dicetak dengan mencantumkan grafik   dan   pedang.   Pada   zaman   ini   pemerintah   mengeluarkan   dirham   dengan mencantumkan nama khalifah. Mata  uang  yang  beredar  saat  itu  belum  berbentuk  bulat  seperti  uang  logam sekarang. Baru pada zaman Ibnu Zubair dicetak mata uang berbentuk bulat, dengan peredaran terbatas di Hejas. Pada tahun 72-74 H, Bishri bin Marwan mencetak mata uang yang disebut atawiyah. Sedangkan   pada   zaman   Abdul   Malik   (76   H),   pemerintahan   mendirikan percetakan uang antara lain di Dara‘bjarb, Suq Ahwaz, Sus, Jay, Manadar, Maysan, Ray dan Abarqubadh. Mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dangan kontrol pemerintah.
Selengkapnya di bit.ly/artikelksei2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil