Langsung ke konten utama

Membentuk Pemimpin Ekonom Rabbani melalui Diklat Ekonomi Islam (DEI) 2016

Penyampaian materi DEI (Doc. KSEI 2016)

Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Universitas Negeri Semarang menyelenggarakan Diklat Ekonomi Islam (DEI) 2016. DEI berlangsung selama dua hari pada tanggal 5 dan 6 November 2016 di Gedung C3-115 dan C3-116 pada hari pertama, selanjutnya di lapangan FIS, pelataran C6 dan pelataran samping C7 pada hari kedua. DEI pada tahun ini bertemakan “Membangun Generasi Muda menjadi Pemimpin Ekonom Rabbani untuk Wujudkan Masyarakat Madani”. Menurut ketua panitia, Nora Kania, acara DEI bertujuan untuk memberi pemahaman tentang syumuliyatul islam dan kepemimpinan dalam islam, memberi pemahaman mengenai urgensi dan konsep dasar ekonomi islam dan mengenalkan KSEI dan Fossei ke pesera DEI.
Hari pertama, DEI 2016 dimulai pukul 08.00 WIB dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Ekonom Rabbani. Acara selanjutnya yaitu sambutan dari ketua panitia, Nora Kania dan sambutan dari Pembina KSEI FE Unnes, Pak Hasan Mukhibad. Acara dilanjutkan dengan pemberian materi tentang Syumuliyatul Islam dan Kepemimpinan yang diisi oleh Akhina Bayu Kurniawan (ketua UKKI 2015). Beliau menjelaskan tentang apa itu kepemimpinan (Al-Baqarah: 30) dan karakter-karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Menjelaskan pula bahwa Islam adalah agama yang sempurna karena Islam mengatur semua kegiatan umat manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Selanjutnya yaitu materi tentang Pengantar dan Urgensi Ekonomi Syariah yang diisi oleh Pak Ubaedul Mustofa, S.HI, M.SI., dosen ekonomi syariah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Beliau menjelaskan bahwa seseorang harus berpedoman dalam nilai-nilai Islam. Dijelaskan pula ekonomi islam yang dilarang seperti, Maysir, Aniaya, Gharar, Haram, Riba, Iktinaz, dan Bathil atau yang bisa disingkat dengan MAGHRIB. Dan menjelaskan tentang ekonomi konvensional bukan ekonomi yang haram namun ekonomi biasa.
Materi oleh Pak Ubaedul M. (dok. KSEI 2016)

Materi terakhir yaitu membahas tentang Ke-KSEIan dan Ke-FoSSEIan yang diisi oleh Akh Arief Widodo selaku sekretaris regional Fossei Jateng. Beliau menjelaskan tentang apa itu KSEI dan Fossei. KSEI yaitu istilah terhadap komunitas kajian ekonomi syariah yang tergabung dalam Fossei. Sedangkan, Fossei adalah wadah silaturahim tingkat nasional yang mengakomodir mahasiswa pecinta ekonomi islam yang tergabung dalam KSEI di masing-masing kampus di seluruh Indonesia. Dan dijelaskan pula tentang hubungan antara KSEI dan Fossei.
Hari kedua, agenda DEI 2016 dimulai pukul 08.00 WIB diisi acara games yang diawali dengan senam pemanasan yang dipandu oleh Ahmad Syaiful. Semua peserta antusias mengikuti senam tersebut. Setelah senam pamanasan selesai, peserta DEI dibentuk tujuh kelompok, yang terdiri dari enam kelompok akhwat dan satu kelompok ikhwan. Setelah kelompok terbentuk mereka langsung menuju ke pos-pos games, yang terdiri dari game sedot tepung, buta tuli bisu, KSEI pintar, pentung air, baloon train, dan ular naga.
Hari ke-2, Outbond (doc. KSEI 2016)


Setelah games selesai, dilanjutkan dengan sarasehan evaluasi yang dipandu oleh Dewi Linda. Di sini peserta memberikan kesan dan pesannya selama mengikuti kegiatan DEI pada hari pertama dan kedua. Tidak lupa ada pembagian hadiah bagi peserta terbaik dan kelompok terheboh. Kemudian acara DEI ditutup dengan bacaan hamdalah, dan semoga setelah mengikuti serangkaian kegiatan DEI dapat menambah wawasan tentang ekonomi islam dan materi yang telah didapatkan dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Aamiin J (LSN)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil