Langsung ke konten utama

Komite Nasional Keuangan Syariah Segera Terbentuk


Pemerintah segera mengumumkan terbentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Dengan organisasi terpadu lintas kementerian ini diharapkan mampu mendorong perkembangan sektor keuangan syariah nasional.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengatakan, pembicaraan mengenai KNKS akan dikoordinasikan dulu dalam rapat kabinet sebelum diumumkan pekan ini atau pekan depan. Keberadaan komite ini dinilai menunjukkan keseriusan pemerintah soal pengembangan keuangan syariah.

''Aset keuangan syariah baru empat persen. Kita semua tentu berharap adanya komite ini bisa membuat keuangan syariah berkembang lebih besar,'' kata Sofyan di Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (7/12).

Soal apakah KNKS jadi dipimpin presiden, Sofyan enggan menyampaikan. ''Tunggu pengumumannya,'' kata dia.

Untuk mempercepat pertumbuhan industri keuangan syariah, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memfasilitas pembentukan KNKS. KNKS berfungsi mengawal Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI), membentuk regulasi yang afirmatif terhadap keuangan syariah, konsolidasi aneka peraturan, manajemen risiko melalui kerangka regulasi dan pembentukkan jaring pengaman sektor keuangan syariah, serta mendorong edukasi, pengembangan produk, efisiensi dan perlindungan konsumen.

Komite tak hanya mengurusi keuangan syariah komersial tapi juga keuangan sosial sehingga pelaksana KNKS juga melibatkan Kementerian Agama dan Ketua DSN MUI serta Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, BUMN, Koperasi dan UKM, Ketua OJK, Gubernur BI, Ketua LPS, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Komite yang dibentuk melalui keputusan presiden ini akan dijalankan Direktur Eksekutif setingkat pejabat eselon satu, sementara pegawainya bisa dari lingkungan pegawai pemerintah atau swasta.

Sumber: Pratiwi, Fuji. 2015. “Komite Nasional Keuangan Syariah Segera Terbentuk” http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/12/08/nz1dok382-komite-nasional-keuangan-syariah-segera-terbentuk (Diakses pada 10 Des 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil