Langsung ke konten utama

SISTEM EKONOMI ISLAM DI TENGAH SISTEM EKONOMI EKSTRIM (KAPITALIS))


SISTEM EKONOMI ISLAM DI TENGAH SISTEM EKONOMI EKSTRIM ( KAPITALIS )
SISTEM EKONOMI KAPITALIS
 Sistem ekonomi liberal atau kapitalistis,ialah sistem ekonomi yang memberikan tugas mengusahakan alat-alat keperluan manusia kepada individu. Individu-lah yang akan menentukan apa dan berapa dia akan menghasilkan. Dengan siapa dia akan membuat dan dengan harga berapa dia akan menjual.
Dalam ekonomi kapitalis yang memegang peran utama dalam melaksanakan ekonomi adalah individu atau swasta. Pemerintah hanya mempunyai kewajiban menjaga keamanan umum, agar supaya orang bisa bebas berusaha dan berdagang. Yang harus dijaga pemerintah disamping keselamatan jiwa, terutama lagi keselamatan harta. Hak milik perseorangan dianggap suci dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Denagn adanya kebebasan berusaha dan dilindunginya hak milik perorangan , maka sebagai akibat dari bekerjanya motif ekonomi, dan dalam proses persaingan yang hebat yang berpedoman pada semboyan laisser faire laisser aller (biarkankanlah bekerja dan berjalan secara bebas) maka akan tercapailah hasil-hasil produksi yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Pada sistem ini, pola pasar bebas diterapkan. Mekanisme harga dalam pasar bebas dibiarkan mengikuti hasil dari permainan antara permintaan dan persediaan atau penawaran ( interplay between supply and demand).
Dengan meninjau kembali sejarah Dunia Barat sejak Resolusi Perancis dan dengan mengenangkan sejarah ekspansi dan kolonialisme ke negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika, dapat dikatakan bahwa ide dan sistem ekonomi liberal telah terlampau mengagung-agungkan kebebasan individu, kekebalan hak milik perorangan dan prinsip laba, dan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat, khususnya bagian masyarakat yang lemah dan miskin. Akibatnya adalah timbullah ekploitasi dalam bentuk baru. Sebagai pengganti feodalisme lama yang berdasarkan hak tanah, lahirlah aristoerasi baru yang berdasarkan uang, pemegang monopoli di bidang ekonomi.
Dengan adanya monopoli, dan ditopang dengan kebebasan seluas-luasnya terhadap kepemilikan individu, tanpa adanya batasan norma dan agama, maka timbullah kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kemakmuran yang ada hanyalah semu karena kemakmuran hanya menjadi milik kaum yang menguasai kapital, yang menumpuk kekayaannya atas kesengsaraan kaum lemah.
Dengan demikian jelaslah bahwa yang menjadi titik sentral kelemahan sistem tersebut adalah tidak adanya aturan-aturan etika dan norma dalam aktifitas ekonomi. Tanpa aturan norma dan agama, usaha ekonomi yang dilakukan tidak lebih hanya merupakan aktifitas kebinatangan dimana yang kuat menguasai yang lemah. Dengan adanya aturan norma dan agama ada batasan-batasan yang harus dipatuhi sehingga perekonomian berjalan lebih manusiawi dan berkeadilan. Di sinilah letak fungsi atau peran ekonomi Islam yang mengambil jalan tengah di antara dua sistem tersebut.
SISTEM EKONOMI ISLAM
Secara garis besar sistem ekonomi Islam mengambil posisi tengah antara sistem ekstrem tersebut. Islam, meskipun mengakui motif laba, mengikat motif itu pada syarat-syarat moral, sosial, dan pembatasanm diri. Secara detail sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut :
Pertama, Pandangan Islam dalam masalah Harta
Pemilik Mutlak terhadapn segla sesuatu yang ada dalam alam ini, termasuk harta benda, adalah ALLAH SWT. Kepemilikan manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan dan memanfaatkan sesuai ketentuanNya. Lihat QS al-Hadiid:7, QS an-Nuur:33 serta berbagai keterangan Hadits Nabi SAW.
Kedua, Pemilikan Harta dapat dilakukan melalui usaha/amal (aktifitas ekonomi),yang halal dan berdasarkan aturanNya.
Dengan prinsip ini, maka Islam mengakui Hak Kepemilikan Individu atas harta yang diusahakannya. Bahkan dalam kehidupan rumahtangga pun, bila seorang istri bekerja maka ia memiliki hak penuh atas hasil usahanya tanpa ada kewajiban untuk memberi kepada suaminya. Namun aturan norma Islam mengajarkan bahwa dalam kepemilikan individu ini juga harus memperhatikan kepentingan umum, atau kepentingan bersama. Oleh karena itu dalam kehidupan rumah tangga, bila seorang istri bekerja kemudian membagi hasilnya untuk bersama(keluarga) maka itu dipandang sebagai shadaqah.
Ketiga, Kepemilikan kolektif/bersama dibolehkan adanya pada barang/benda atau sumber-sumber alam yang dibutuhkan atau mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Pengelolaannya diserahkan pada Negara.
Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda : Manusia berserikat dalam tiga hal : rumput, air dan api. Dalam konteks masyarakat Arab saat itu, tiga komponen tersebut (rumput, air dan api), merupakan sumber alam yang sangat penting dan mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Maka pengelolaannya dipercayakan pada negara dan diatur pemerintah.
Keempat, Keadilan Distribusi Pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan cara yang ditentukan Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut ini :
Pertama,
menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah untuk bidang-bidang tertentu
Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi, maupun konsumsi
Menjamin basic needs fulfillment (pemenuhan kebutuhan dasar hidup) setiap anggota masyarakat.
Melaksanakan amanah at-takaful al-ijtimaiy atau social economic security insurance di mana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak mampu
Kedua, Diwajibkannya Zakat. Dan disunnahkannya Infaq dan Shadaqah.
Kelima, Islam mengakui Pasar Bebas, namun dibentuk Lembaga Pengawasan Pasar (Hisbah), yang berfungsi menjaga Stabilitas pasar dan harga.
Stabilitas pasar yang dimaksud adalah adanya kondisi persaingan pasar yang sehat, tanpa adanya kecurangan atau penipuan yang mempengaruhi naik turunnya harga. Seyogyanya mekanisme harga tergantung sepenuhnya pada hukum supply and demand, tanpa ada faktor-faktor luar yang diciptakan manusia yang ingin memanfaatkan kondisi pasar yang tak sehat.
Untuk itu ditetapkan beberapa aturan dalam perdagangan sebagai berikut:
1. Harus jujur dalam takaran dan timbangan, tidak boleh mengurangi atau berbuat curang
2. Dilarangnya praktek jual beli Talaqqi rukban yaitu monopoli barang sebelum sampai pasar dengan maksud mempermainkan harga.
3. Dilarangnya Kanzul Mal atau praktek penimbunan barang yang amat diperlukan masyarakat, dengan maksud menahannya dan menjualnya ketika harga barang tersebut naik di pasaran.
4. Pemerintah seyogyanya tidak melakukan Tasir ( penetapan harga secara sepihak pada satu produk tanpa melihat kondisi pasar). Campur tangan pemerintah pada saat harga barang-barang di pasar tidak menentu, hendaknya dalam bentuk pengadaan barang atau subsidi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil