MASALAH KETIDAKTERSEDIANNYA SDM DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Saat
ini banyak berkembang bank atau
lembaga keuangan yang
berdasar atau berlabel
syariah. Dengan inovasi baru ini memberi
kesempatan bagi para pelaku ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan
semua kegiatan ekonomi khususnya
dalam bidang jasa perbankan
supaya lebih terjamin
dengan didukung undang-undang pendukung pengoperasian lembaga keuangan bank
atau non-perbankan yang berlandaskan ajaran-ajaran
Islam.
Lembaga keuangan
yang berdasar pada asas-asas Islam muncul
dengan penawaran yang baru
yang berbeda dengan
lembaga keuangan konvensional
ataupun kapitalis, yaitu dengan
memberikan pelayanan yang
bernuansa Islami serta
sistem bagi hasil
yang menjadi ciri utama
lembaga keuangan Islam
ini.
Dalam prakteknya
lembaga keuangan non-syariah
menjalankan sistem bunga
dalam memberikan pinjaman
sehingga nasabah merasa
terbebani dengan bunga yang
dibebankan oleh bank kepada
nasabah, namun dalam lembaga
keuangan Islam tidak membebankan bunga
kepada nasabah atas
pinjamannya tetapi dengan sistem
bagi hasil antara nasabah
dengan pihak bank.
Untuk mewujudkan
lembaga keuangan syariah
di Indonesia tidak mudah. Ada
beberapa masalah yang
menghambat terwujudnya lembaga
keuangan syariah di Indonesia, salah satunya yaitu
kurang tersedianya SDM
syariah yang berkualitas. Kurang tersedianya SDM
syariah sekarang ini, memang
telah menjadi masalah
yang tengah dihadapi lembaga
keuangan syariah. Tidak hanya
sekedar masalah kualitas
saja, melainkan secara kuantitas,
juga merupakan persoalan yang
perlu dibenahi. Sebab, di
saat meningkatnya bisnis
perbankan syariah , malah SDM nya
merosot. Akibatnya bisnis ini menjadi
terhambat. Fenomena ini ditunjukkan
dengan kecenderungan pelayanan
perbankan syariah, yang dalam
beberapa aspek ditemukan
kurang Islami. Masih banyak
SDM syariah yang
belum memiliki pengetahuan
dan pengalaman dalam
menjalankan operasional perbankan
syariah. Terkadang masih banyak ditemukan SDM
syariah yang kurang
bisa memberikan penjelasan
yang benar dan
akurat. Sehingga menimbulkan keraguan
bagi calon nasabah
untuk menggunakan produk
dan layanan bank
syariah.
Pembenahan secara
menyeluruh terhadap SDM
perbankan syariah merupakan
suatu keharusan. Sebab, itu
sudah menjadi kebutuhan
mendasar semua pihak.
Apalagi ancaman perkembangan
bisnis perbankan syariah
mulai dimasuki oleh
semua kalangan pelaku
perbankan, baik konvensional maupun
asing. Pada akhirnya,
membuat bisnis ini semakin
kompetitif dan kompleks. Dalam hal
ini yang diuntungkan
adalah konsumen atau nasabah, karena dari
persaingan tersebut, membuat para
pelaku perbankan bekerja
lebih keras supaya
tidak kalah. Ada beberapa
hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
kualitas SDM syariah, diantaranya adalah
dengan memberikan training
hard skill product
knowledge secara kesinambungan,
melakukan pembahasan tentang
masalah yang dihadapi
di lapangan secara periodik, serta memberikan
pengembangan ketrampilan soft
skill kepada mereka.
Dengan tidak
tersedianya SDM tersebut
membuat para pelaku
perbankan melakukan tindakan pragmatis dengan melakukan
praktek bajak-membajak karyawan
atau merekrut karyawan
perbankan konvensional untuk
ditraining dengan perbankan
syariah. Cara-cara demikian
tidak sesuai untuk
mengembangkan perbankan syariah. Selain itu, dalam
penyelenggaraan pendidikan formal
ekonomi syariah di
perguruan tinggi hingga
kini belum ada
penelitian bahwa kurikulum
yang diajarkan sesuai
dengan kebutuhan bisnis
keuangan syariah.
“Inilah anehnya
sistem ekonomi syariah
di Indonesia sudah berjalan
belasan tahun tapi dari kesiapan
infrastruktur pendidikannya masih
belum jelas sama
sekali”, kata Ketua Umum
Ikatan Ahli Ekonomi
Islam Indonesia (IAEI),
Mustafa Edwin Nasution
dalam acara dialog
ekonomi syariah di
Jakarta. Dengan belum terselenggaranya pendidikan
ekonomi syariah secara
formal, menurut Mustafa, membuat
pengembangan bisnis keuangan
syariah lamban. Hal ini
sangat berbeda dengan
negara-negara lain yang
mengembangkan bisnis syariah
sangat memperhatikan pengembangan ekonomi syariah
dalam dunia pendidikan, dengan demikian
praktek ekonomi syariah
selaras dengan kesiapan SDM. “Fakta ini
yang berbeda dengan
yang terjadi di Indonesia”, paparnya.
Meski demikian, Mustafa Edwin
menganggap masih ada
secercah harapan dalam
mengembangkan SDM syariah
tersebut dimana saat
ini di perguruan
tinggi termasuk Universitas
Gajah Mada dan Universitas
Indonesia sudah membuka
program ekonomi syariah. Tapi
itu tidak mencukupi
kebutuhan bisnis keuangan
syariah dimana saat
ini telah banyak
berdiri Bank Umum
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah
(UUS), dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah ).
Bank Indonesia (BI) mencatat
per akhir tahun
2011, jumlah tenaga kerja
perbankan syariah sebanyak
27.660. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.773
orang bekerja di 11 Bank
Umum Syariah, 2.067 orang di 24 Unit Umum Syariah, dan
21.820 orang di
155 Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
Direktur Eksekutif
Perbankan Syariah BI Edy Setiadi, menegaskan bahwa
salah satu upaya BI
mengatasi masalah tersebut
dengan menetapkan aturan
dimana bank harus mengalokasikan
5% dari keuntungan
untuk pengembangan SDM.
Selain itu, bank sentral juga
berupaya untuk meningkatkan
kerjasama dengan lembaga
pendidikan yakni universitas
dan perguruan tinggi
untuk menyiapkan SDM
lembaga keuangan syariah. Selain itu, kita
dorong juga perbankan syariah
untuk percaya pada perguruan
tinggi tertentu untuk
merekrut, jadi tidak selau
merekrut dari bank konvensional. Oleh karena
itu, diperlukan dukungan
konkrit dari pemerintah, serius atau
tidak dalam mengembangkan
sistem ekonomi syariah
tersebut.
SUMBER
Komentar