Langsung ke konten utama

Kartu Kredit Syariah: KEI Edisi 30 September 2016

“Ilmu itu ibarat binatang buruan, sedangkan pena adalah tali pengikatnya. Maka ikatlah buruan itu dengan tali yang kuat. Alangkah bodohnya jika kamu mendapatkan binatang buruan, namun tak mengikatnya hingga akhirnya binatang buruan itu lepas di tengah-tengah manusia.” (Imam Syafi’i)

Source: www.cermati.com

          KSEI merupakan sebuah lembaga bernafaskan Islam, membawa misi dakwah serta menjadikan Kajian sebagai ruh gerakannya. Dalam menjalankan komitmen tersebutlah, maka KSEI FE Unnes secara rutin menyelenggarakan Kajian Ekonomi Islam yang memiliki sasaran tidak hanya fungsionaris sendiri secara khusus, tetapi juga untuk mahasiswa FE Unnes secara umum. Tidak hanya sebatas mendengarkan materi, namun kajian memiliki cakupan, membaca, mendengarkan, memahami serta mendiskusikan.
Pada Jum’at, 30 September 2016, KEI mengambil tema “Kartu Kredit Syariah: dalam kacamata Islam”. Sebab mengikat ilmu tidak berhenti pada tataran mendengar, lalu hafal, tetapi juga perlu untuk ditulis, maka berikut kami rangkum hasil KEI edisi “Kartu kredit syariah” yang pada kesempatan tersebut bersama Ibu Nina Farliana, S.Pd., M.Pd., (dosen FE Unnes) sebagai pembicaranya.

Rangkuman KEI "Kartu Kredit Syariah" 
Kartu kredit syariah Yaitu produk yang dikeluarkan oleh bank tertentu, sehingga dapat digunakan untuk membeli barang/jasa tertentu secara hutang. Latar belakang terbitnya kartu kredit syariah: tidak lain adalah untuk menarik nasabah. Dan menjadi solusi bagi masyarakat untuk mnjadi salah satu pilihan ketika tidak ingin memiliki yang konvensional (menghindari hukum riba yang terdapat dalam bunga kartu kredit konvensional -> utang : dikenai bunga -> bunga : hukumnya haram). Selain itu, juga memberikan kemudahan bagi nasabah ketika seorang nasabah ingin membeli suatu barang namun tidak memiliki uang tunai.
Berikut di antara Bank-bank yang mengeluarkan kartu kredit syariah
-       Bank BNI syariah => masih dibawah naungan BNI beda pembukuan
-       Danamon syariah => dalam satu naungan beda pembukuan
-       Mandiri syariah => lembaga sendiri, beda Bank
-       BRI syariah => satu naungan beda pembukuan
Bank Syariah yang mengeluarkan kartu kredit syariah : Danamon (Dirham Card), BNI (Hasanah card)
Fungsi kartu kredit : dengan menggunakan kartu kredit maka pemiliknya dapat membeli suatu barang dengan cara menghutang (pembayaran dapat dilakukan pada bulan berikutnya) dengan dibatasi limit dari kartu kredit tersebut.
Melihat  bahwa  kartu  kredit  termasuk  transaksi  riba,  yang  status akadnya  batil  dan diharamkan dalam islam, maka bank syariah mengeluarkan produk kartu kredit syariah. Adapun akad yang digunakan adalah akad ijaroh, qard dan kafalah.
1.    Akad  ijaroh  atau  disebut  sewa,  dengan  menggunakan  akad  ini,  nasabah  dikenakan charge sewa  penggunaan  jasa  kartu  pembiayaan  syariah  atau  sering  disebut  dengan wakalah bil ujroh. Bank syariah menjadi wakil pembayaran dan mendapatkan fee atas perwakilan tersebut. Pemberian fee tersebut dapat dikenakan atas dasar keikut sertaan member kartu pada nasabah.

2.    Akad Qard atau  pinjaman, Qardul  Hasan yaitu  pinjaman  yang  baik.   Disebut  pinjaman yang baik karena pinjaman tersebut tidak diberikan bunga atau imbalan. Bank syariah ketika memberikan fasilitas pinjaman dalam kartu pembiayaan berlaku sebagai pemberi jaminan.


3.    Akad kafalah atau  saling  menanggung.   Bank  penerbit  kartu  pembiayaan  adalah penjamin  atau kafil atas  pemberian  kafalah  tersebut, bank  syariah  dapat  memberikan fee atas jasa tanggungannya. Kartu  pembiayaan  syariah  memiliki  keistimewaan  lebih bila  dibandingkan  dengan dengan kartu kredit konvensional, seperti penggunaanya untuk sector produktif, bukan konsumtif. Nasabah pemegang kartu pembiayaan syarah juga dapat membayar Zakat, infak dan shodakoh secara otomatis (autodebet) jika nasabah inginkan.

Disamping itu kartu plastic syariah (kartu pembiayaan syariah) memiliki batasan-batasan yaitu: tidak menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah,  tidak  mendorong  pengeluaran yang  berlebihan  dengan  cara  antara  lain menetapkan  pagu  maksimal  pembelanjaan,  pemegang  kartu  utama  harus  memiliki kemampuan  financial untuk  melunasi  pada  waktunya, tidak  memberikan  fasilitas  yang bertentangan dengan syariah.

contoh kartu kredit syariah


Nah, demikian rangkuman materi KEI, berikutnya pada QA-session kami dapat merangkum pertanyaa dari peserta KEI sebagai berikut:
Pertanyaan :
·         Dilarang  multi akad? Bagaimana? Di kredit syariah ada?
Tidak boleh double akad, bolehnya di compare dengan catatan akad yang satu telah selesai. Ex: 3 nya tidak campur aduk, namun berurutan dari satu ke satu.
Double : dua berjalan bareng, di kartu kredit syariah ada 3. Bukan berarti triple akad, namun satu persatu diselesaikan terlebih dahulu. Jika kafalahnya telah diselesaikan maka baru bisa qard nya. INGAT : setujui dulu baru lanjutkakn ke akad selanjutnya
·         Kafalah? Jaminan? -> bank yang menjamin, tapi kenapa malah nsabah yang menjaminkan?
Jaminan : salah satu fasilitas LK. Kafalah artinya saling menanggung. Intinya nasabah menjaminkan dulu, kemudian bank akan memberi jaminan.
Syariah : HARUS UNTUK KEBERMANFAATAN DUA2NYA. Nasabah memberi agunan, bank memberi jaminan.


          Bagaimana pembaca? Sudah paham kan, terkait Kartu Kredit Syariah? Tertarik?? It’s no problem. Sebab fasilitas dan transaksi bagaimanapun yang berhubungan dengan muamalah, selama tidak melanggar ketentuan syariat, maka hukumnya boleh. So, silahkan pilih yang syariah, semoga berkah…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil