Langsung ke konten utama

Muslim Bermuamalah Sesuai Syaria


Muslim Bermuamalah Sesuai Syariah
Hari, tanggal              : Sabtu, 13 Juni 2020
Penyelenggara           : KSEI FE UNNES
Pembicara                  : Achmad Fauzan Fajar (Presidium Nasional FOSSEI 2019/2020)
Moderator                  : Anisatul Mujayanti (Staf Departemen EnR 2020)
Peserta                        : Umum


  1. Bahasan Pokok Kajian:
    1. Seputar Fiqh Muamalah
    2.  Seputar Jual Beli
    3.  Jual Beli Masa Kini

  1. Definisi Fiqh Muamalah
Fiqh Muamalah adalah kumpulan hukum yang disyari’atkan agama Islam yang mengatur hubungan kepentingan antar sesama manusia dalam berbagai aspek. Fiqh mu’amalah membahas semua hal yang terkait dengan pengaturan prilaku manusia baik pada aspek perdata, pidana, hukum privat (hukum munakahat), politik, dan lain-lain. (TIDAK HANYA BIDANG EKONOMI)

  1. Aspek-aspek dalam pembagian fiqh muamalah:
·         Almuamalah al-madiyah yang berarti mengkaji objeknya, halal, haram, syubhatnya benda untuk dimiliki, diperjualbelikan ataupun dikonsumsi. Ruang lingkupnya seperti jual beli, syirkah dan lain-lain.

·         Almuamalah al-adabiyah yang berarti mengkaji subjeknya yaitu manusia dan aktivitasnya seperti bagaimana perilakunya, tindakannya dll. Ruang lingkup dari muamalah ini berkaitan dengan aspek moral yang harus dimiliki oleh manusia (pihak-pihak yang melakukan transaksi), seperti munculnya ijab qobul, atas dasar keridlo’an masing-masing pihak, tidak dalam kondisi terpaksa, transparan, jujur, bebas dari unsur gharar (penipuan) dan lain-lain demikian juga aspek moral yang harus dijauhi seperti tadlis (tidak transparan), gharar (tipuan), risywah (sogok), ikhtikar (penimbunan) dan semua prilaku yang merugikan salah satu pihak yang bersumber dari indera manusia.

  1. Prinsip-prinsip Fiqh Muamalah

a)      Hak
hak dapat dilihat dalam dua sisi.
·         Sebagai subjek hukum adalah kebebasan yang dimiliki oleh subyek hukum untuk melakukan tindakan hukum terhadap suatu benda. Contoh: Hak Allah, Hak Manusia, Hak berserikat (bersama).
·          hak dikaitkan dengan objek hukum adalah ruang yang dimiliki oleh objek hukum untuk diperlakukan sebagaimana mestinya. Contoh: haq al-mal, haq al-syakhsyi (khusus), hak al-‘aini, haq mujarrad dan gahiru mujarrad.
b)      Milik
Milik adalah pengkhususan seseorang atas suatu benda yang memungkinkan untuk bertindak hukum terhadap benda tersebut sesuai dengan keinginannya atau dalam Islam dikenal sebagai kepemilikan. Islam memandang kepemilikan manusia tidaklah mutlak. Manusia bukanlah pemilik hakiki atas harta yang ada ditangannya, dia hanya sebagai pengelola saja. Pemilik hakiki harta tersebut adalah Allah. Dari sinilah akan muncul konsep haram dan mubah dalam pengelolaan harta.
Dikatakan haram jika manusia mengelola harta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Allah, dikatakan mubah/halal jika manusia mengelola harta tersebut sesuai dengan ketentuan Allah.
لأَصْلُ فِي المُعَامَلَةِ الإِبَاحَةُ الاَّ أَنْ يَدُ لَّ  دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
KAEDAH FIQH:
 “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Artinya: Segala sesuatu yang berkaitan dengan muamalah pada dasarnya hukumnya boleh kecuali ada dali yang melarangnya.

  1. JUAL BELI (BA’I)
Pengertian jual beli adalah tukar harta sehingga terjadi perpindahan hak kepemilikan. Jadi kalau tidak ada perpindahan kepemilikan,bukan bai’ namanya. Contohnya ijarah, sewa menyewa ini tdak terjadi perpindahan kepemilikan jadi bukan jual beli.
Q.S  Albaqarah ayat 275
“.....Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”_ 

  1. Rukun Jual Beli
1.      Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
Akil-baligh serta berkemampuan memilih. Maka tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.

2.      Shigat (lafal ijab qabul)
Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis, artinya antar penjual dan pembeli hadir dalam satu ruang yang sama, qabul sesuai dengan ijab. Contoh aku jual baju ini 10 ribu, pembeli menjawab: saya beli baju ini 10 ribu.
3. Barang yang dibeli
Barang suci, bermanfaat, bias diserah terimakan dan merupakan milik penuh penjual.
4.       Nilai tukar pengganti barang.

  1. Jual Beli yang Diperbolehkan:
Dilihat dari objek jual beli

·         Tukar-menukar uang dengan barang. Ini bentuk bai' berdasarkan konotasinya. Misalnya: Tukar menukar mobil dengan rupiah.
·         Tukar-menukar barang dengan barang, disebut juga dengan muqayadhah (barter) Misalnya: Tukarmenukar buku dengan jam tangan.
·         Tukar-menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf. Misalnya: Tukar-menukar rupiah dengan real.
Dilihat dari sisi waktu serah-terima, bai' dibagi menjadi 4 bentuk:
·         Barang dan uang serah-terima dengan cara tunai. Ini bentuk asal bai'.
·         Uang dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati, ini dinamakan salam.
·         Barang diterima dimuka dan uang menyusul, disebut juga dengan bai' ajal (jual-beli tidak tunai). Misalnya: Jual-beli kredit.
·         Barang dan uang tidak tunai, disebut juga bai' dain bi dain (jual-beli hutang dengan hutang


Dilihat dari cara menetapkan harga, bai' dibagi menjadi:
·         Bai' musawamah (jual-beli dengan cara tawar-menawar), yaitu: jual-beli dimana pihak penjual tidak menyebutkan harga pokok barang akan tetapi menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk ditawar. Ini bentuk asal bai'.
·         Bai' amanah, yaitu: jual-beli dimana pihak penjual menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut, Bai' jenis ini terbagi lagi menjadi 3 bagian:
v Bai' Murabahah yaitu: pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba.
v Bai' wadh'iyyah, yaitu: pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan menjual barang tersebut dibawah harga pokok.
v Bai' tauliyah, yaitu: penjual menyebutkan harga pokok dan menjual barangnya dengan harga tersebut.

  1. Faktor adanya jual beli yang diharapkan:
1.      Dzolim,
a)      Ghisysy, yaitu dengan cara menyembunyikan cacat barang atau dengan cara menampilkan barang yang bagus dan menyelipkan diselanya barang yang jelek.
b)      Najsy secara bahasa berarti membangkitkan. Secara istilah memiliki beberapa bentuk
a.       Seseorang menaikkan harga pada saat lelang sedangkan dia tidak berniat untuk membeli; baik ada kesepakatan sebelumnya antara dia dan pemilik barang atau perantara, maupun tidak, ini sering terjadi juga di pasar modal yang biasa disebut cornering saham.
b.      Penjual menjelaskan kriteria barang yang tidak sesungguhnya.
 Penjual berkata," harga pokok barang ini sekian," padahal dia berdusta.
c.       menjual, membeli dan menawar barang yang terlebih dahulu dijual, dibeli dan ditawar oleh muslim yang lain. Menawar barang yang terlebih dahulu ditawar oleh muslim yang lain hukumnya haram dengan 2 syarat:
1.       Bilamana hampir terjadi saling kecocokan harga.
2.      Jual-belinya tidak dengan cara lelang.
d.      Ihtikar (menimbun barang).
e.       Menjual barang yang digunakan untuk maksiat.
2.      Gharar (Penipuan)
a)      Bai'Hashah. Misalnya: Seseorang menjual tanahnya seukuran jauh lemparan batu yang dia lakukan.
b)      Bai' mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Maka orang yang menyentuh berarti telah membeli.
c)      Bai' hablul hablah, yaitu: menjual janin dari janin yang ada di perut unta yang sedang hamil. Atau menjual suatu barang dengan cara tidak tunai dengan jangka waktu hingga janin dari janin yang ada di perut unta yang hamil ini lahir.
d)     Ba’i mukhadarah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
e)      Ba’i Muhalaqah yaitu jual beli tanaman yang masih di ladang.
f)       Ba’i Munabazah yaitu jual beli secara lempar melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti apakah barang A,B, atau lainnya.
g)      Bai' madhamin dan malaqih. Bai' madhamin yaitu: menjual sperma yang berada dalam sulbi unta jantan. Bai' malaqih: menjual janin unta yang masih berada dalam perut induknya.
3.      Riba
Yang ketiga ada faktor riba, ini ada dua yaitu riba fadhl dan riba nasiah...
a)      Riba Fadhl, yaitu: menukar harta riba yang sejenis dengan ukuran atau jumlah yang berbeda. Misalnya:
- Menukar satu gantang kurma jenis sukari dengan 2 gantang kurma jenis barhi dengan cara tunai.
- Menukar 100 gram emas baru dengan 200 gram emas usang dengan cara tunai.
- Menukar Rp. 10.000,- kertas dengan Rp. 9.800,- logam dengan cara tunai.
b)      Riba nasi'ah, yaitu: menukar harta riba dengan harta riba yang 'illatnya sama dengan cara tidak tunai. Maksud kata “illatnya sama” barang yang merupakan obyek tukar-menukar sama illatnya, seperti keduanya adalah alat tukar, atau keduanya makanan pokok yang tahan lama, baik jenisnya sama ataupun tidak. Maksud kata "tunai" transaksi serah-terima kedua barang dilakukan pada saat yang sama. Misal:
- Menukar 1 gantang kurma dengan 1 gantang gandum dengan cara tidak tunai.
- Menukar 100 gram emas dengan 100 gram emas dengan cara tidak tunai.
- Menukar SR. 100 ,- dengan Rp. 2.000,- dengan cara tidak tunai.

9. Tanya Jawab
1.       Dwi Noor
Bagaimana dengan dropshipper atau reseller, yang di medsos perusahaan menawarkan agar menjadi dropshipper atau reseller tanpa kita memiliki barang tersebut artinya kita menjual tanpa kita membeli terlebih dahulu?

Jawab:
Terkait hukum reseller dan dropshiper, kembali ke hukum kaidah fiqih boleh kecuali ada dalil yang melarang. Artinya disana tidak ada unsur penipuan atau dzalim.Buat reseller sebenarnya sistemnya kita beli barang ke pusat baru kita jual lagi jadi ini hukumnya boleh, kita sudah punya barangnya. Yang kedua, dropshiper ini yang agak rawan karena kita menjual barang yang tidak kita punya, padahal  jual beli kita mesti punya dulu barangnya. Sistem ini boleh dengan beberapa syarat misal ada kesepakatan/kontrak dengan pusat/distributor artinya kita hanya perantara ke pembeli, kemudian barang yang dijual sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan.

2.      Ade novita
Bagaimana dengan aturan mengambil keutungan? Apakah diperbolehkan mengambil sebesar besarnya?

Jawab:
Tidak ada batas penjual mengambil keuntungan, 100% atau lebih dari itu silahkan. Yang menjadi catatan kalau dalam jual beli ada tindakan dzolim, misalnya menipu, atau contoh yang sudah disebutkan diatas tadi, atau  awalnya mengambil keuntungan 50% lalu  tiba-tiba datang turis atau lokal/LN yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba kita naikkan harganya jadinya keuntungannya 100%, 

3.      Latifa
Bagaimana dengan MLM syariah? Apakah ada istilah MLM syariah dalam islam.mohon penjelasannya

Jawab:
Yang perlu kita sorot dari MLM adalah praktek dari money gamenya atau sistem piramidanya, yang difokuskan dari sistem ini adalah mencari agen atau anggota dari perusahaan tersebut, semakin banyak kita dapat agen semakin tinggi bonus kita peroleh, bonusnya dari mana? dari usaha agen yang kita dapat, jadi ada kedzoliman disana. Sebenarnya MLM syariah adalah istilah saja yang artinya sistem yang dilarang dalam Islam dalam MLM tersebut dihilangkan salah satunya sistem piramida tersebut, bonusnya mesti jelas akadnya apa apakah wakalah atau ijara. Dapat melihat dari Fatwa MUI

Lampiran



 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil