PRAKTIK AKUNTANSI
PEMERINTAHAN ISLAM
Masa Rasululah & Khaifah Abu Bakr Ash-Shiddiq
Kewajiban dalam menunaikan Zakat
berdampak pada didirikannya institusi Baitul Maal oleh Rasulullah SAW yang
berfungsi sebagai lembaga penyimpan Zakat beserta pendapatan lain yang diterima
oleh negara. Pada pemerintaha Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji
berdasarkan spesialisasi dalam peran dan tugas masing-masing. Adnan dan Labatjo
(2006) memandang bahwa praktik Akuntansi pada lembaga baitulmal di zaman
Rasulullah baru berada pada tahap
penyiapan personal yang
menangani fungsi-fungsi lembaga
keuangan negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh
negara langsung didistribusikan setelah harta tersebut diperoleh. Dengan
demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluaran
Baitulmaal. Hal sama pun berlanjut pada masa Khalifah Abu Bakr
Ash-Shiddiq.
Masa Khalifah Umar Ibn Khattab
Perkembangan pemerintahan Islam
hingga meliputi Timur Tengah, Afrika dan Asia di Zaman Khalifah Umar Ibn
Khattab telah meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Dengan demikian,
kekayaan negara yang disimpan di Baitulmaal
juga makin besar.
Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggung
jawaban penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya, Khalifah Umar Ibn
Khattab mendirikan unit khusus bernama Diwan, yang bertugas membuat laporan
keuangan Baitulmaal sebgaii bentuk akuntabilitas Khalifah atas dan Baitulmaal
yang menjadi tanggung jawabnya (Zaid, 2001)
Masa Daulah Bani Umayyah
Pada masa khalifah Umar bin abdul Aziz
(681-720 M), dikembangkannya reliabilitas laporan keuangan Pemerintahan berupa
praktik pengeluaran bukti penerimaan Uang. Kemudian pada masa Khalifah Al
Waleed bin Abdul Malik (705715 M), mengenalkan catatan dan Register yang
terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001)
Masa Daulah Abbasiyah
Evolusi perkembangan pengelolaan buku
Akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiyah. Akuntansi
diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain Akuntansi Peternakan,
akuntansi Pertanian, Akuntansi Bendahara, Akuntansi Konstruksi, Akuntansi Mata
Uang dan Pemeriksaan buku (auditing) (Zaid, 2001). Pada masa itu, sistem
pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut :
1.
Jaridah Al-Kharaj
(mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan pemerintah terhadap
piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak
yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar (Lasyin, 1973, dalam Zaid,
2001). Piutang dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran dikolom yang lain.
2.
Jaridah
An-Nafaqaat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk
mencatat pengeluaran Negara
3.
Jaridah Al-Maal
(Jurnal Dana), merupakan
pembukuan yang digunakan untuk
mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
4.
Jaridah
Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan
denda atau sita dari individu yang tidak sesuai dengan Syari’ah, termasuk dari
Pejabat yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan
berbagai laporan akuntansi, antara lain sebagai berikut :
1.
Al-Khitmah, menunjukkan
total pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap
bulan (Bin Jafar, 1981 dalam Zaid, 2001)
2.
Al-Khitmah al-Jame‟ah,
laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan
antara laporan laba-rugi dan
neraca (pendapatan,
pengeluaran, surplus dan
defisit, belanja untuk
asset lancar maupun Asset Tetap) yang dilaporkan di Akhir
Tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, utang zakat, diklasifikasikan dalam
laporan keuangan menjadi 3 Kategori, yaitu Collectable Debts dan Uncollectable
Debts (Lasyin, dalam Zaid, 2001)
Sumber : Buku Wajib Fungsionaris KSEI FE Unnes 2016
Komentar