Langsung ke konten utama

Obat Kekacauan Ekonomi Modern dengan Perbankan Syariah



PURWOKERTO (KRjogja.com) - Ekonomi Islam ternyata bisa sebagai jawaban atas kekacauan ekonomi modern yang mengglobal sekarang ini. Hal ini disampaikan pembicara utama Seminar Perbankan Syariah di Aula AK Anshori Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) yaitu Senior Research Bank Indonesia, Ali Sakti, SE.MEc, Kamis (31/1).
“Ekonomi barat sedang kacau, ini diawali dari penggunaan dana pemerintah untuk mengatasi krisis keuangan yang dialami oleh sektor swasta,  yakni perusahaan Lehman Brothers Holdings Inc. Otomotais jika swasta hancur, maka bail out negaranya ikut hancur, eksesnya, tahun 2011 hingga sekarang beberapa negara di Eropa ikut bangkrut.
Ali menjelaskan di tahun ini kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih  baik daripada negara Eropa, “Di Eropa ada pertentangan antara orang-orang keuangan (wallstreet) dengan orang sektor riil (mainstreet). Credit rating negara di Eropa itu anjlok. Rating Indonesia masih lebih baik dibandingkan Portugal, Yunani, Italy, Spanyol, Belgia dan beberapa negara lain,“ terangnya.
Menurut Ali, membaiknya perkonomian Indonesia ini tidak dibarengi dengan pemberitaan di media massa. “Harusnya ada pemberitaan berimbang yang sifatnya mendidik masyarakatnya menjadi bangga pada negaranya, “ tambahnya. Masih menurutnya, rating Indonesia sekarang ibarat gadis cantik di Asia, “Kondisi pasar yang berkembang dan besar, Indonesia sedang  dipandang betul oleh beberapa negara Eropa,” kata Ali.
Ali juga menegaskan, efek dari krisis ekonomi global ini telah membuat pengangguran mencapai angka tertinggi di Eropa. “Ekonomi sedang bergerak dari arah barat ke timur, diperkirakan dalam 10-20 tahun ke depan ini akan jadi era nya Asia. Inggris, Perancis dan Italy sedang berbondong-bondong membuat ekonomi syariah, karena model seperti itulah yang bisa menolongnya“ tuturnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH

PENDEKATAN DALAM MENGEMBANGKAN AKUNTANSI SYARIAH Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer Pendekatan   ini   biasa   disingkat   dengan   pendekatan      induktif,      yang dipelopori   oleh   AAOIFI   (Accounting   and   Auditing   Organization   for   Islamic Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang   memerlukannya.   Selain   itu,   pendekatan   ini   sesuai   dengan   prinsip   ibaha (boleh)   yang   menyatakan   bahwa   segala   sesuatu   yang   terkait   dalam   bidang muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada masyarakat   yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI

HUBUNGAN PERADABAN ISLAM DENGAN BUKU PACIOLI Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan India, singgah di Italia dan menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa. Buku Pacioli di dasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saat itu ditulis dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping. Bookkeeping sebenarnya telah dipraktekkan pertama kali oleh para pedagang dan berasal dari Mesir.   Pada   akhir   abad   XV,   Eropa   mengalami   standstill   dan   tidak   dapat ditemukan adanya kemajuan yang berarti dalam metode akuntansi.              Istilah    Zornal    (sekarang   journal)    telah    lebih    dahulu    digunakan    oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry   yang   ditulis   oleh   Pacioli,   telah   lama   dipraktekkan   dalam   pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi d

Riba dalam Perspektif non-Muslim

                 Meskipun istilah riba disebut di dalam Al-Qur’an, namun istilah tersebut tidak terdapat penjelasan secara detail dalam praktik Rasulullah SAW. Hal ini didasarkan atas dua alasan. Pertama, bahwa ayat yang berkaitan dengan riba diturunkan pada akhir kehidupan Rasulullah SAW sehingga tidak banyak contoh kasus orang-orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang istilah tersebut. Kedua, riba merupakan istilah yang telah mapan dan terkenal pada saat pewahyuannya dan karena itu Rasulullah tidak merasa adanya kebutuhan akan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut. Secara literal, riba merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti kelebihan, tambahan. Kata kerja yang berkaitan dengan kata ini berarti; meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan tingkat bunga tinggi. Menurut Lane, istilah riba bermakna:             “meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan terlarang, menghasil